Melihat dari catatan/recording dan bukti yang berbentuk sertifikat pada balai-balai peternakan milik pemerintah yang berfokus pada penyedia sperma sapi, maka boleh dikatakan bahwa sampai saat ini rumpun sapi perah yang berkembang di Indonesia adalah rumpun sapi perah holstein
Kondisi peternakan sapi perah di Indonesia terus mengalami naik turun, baik dari segi populasi maupun produksinya. Kondisi yang fluktuatif ini adalah hal yang sangat menarik untuk dikaji ulang, karena sapi perah ini merupkan ternak penyedia sumber protein asal hewan yang baik, sehingga sapi perah dituntut untuk lebih banyak berproduksi dan sustain. Tapi Realita yang terjadi, bahwa produksi susu di Indonesia hanya bisa memenuhi 20 % dalam pemenuhan kebutuhan susu nasional yang mencapai 4,4 juta ton. Maka dari itu, untuk menutup kekurangannya harus dipenuhi dari impor. Realita ini merupakan tantangan ke depan bagi subsektor peternakan, khususnya ternak sapi perah, sebab salah satu program prioritas dari Presiden RI, Prabowo Subianto adalah minum susu gratis.
Sebelum menata kembali program peningkatan populasi dan produksi susu, ada baiknya kita melihat profil rumpun sapi perah hitam dan putih ini. Sejarah yang tertulis dalam buku British Friesians: The Society and Their Place in History pada 2012 menyebutkan bahwa rumpun sapi perah hitam putih ini ternyata terbagi menjadi dua rumpun, yaitu friesian dan holstein.
Pada abad ke- 17 di negara Belanda terjadi ekspor besar-besaran sapi perah ke Amerika Serikat (AS). Amerika mulai mengembangkan sapi friesian pada 1800 dengan menyilangkan sapi asli/lokal Amerika dan terbentuklah rumpun sapi perah baru dengan nama sapi perah holstein pada 1852. Namun penerbitan Herd Book sapi holstein ini pada 1872. Pada 1879, Buku Herd Book Sapi Friesland (FRS) diterbitkan di provinsi Friesland dengan tujuan untuk mengenalkan tipe friesian yang lebih pasti, dengan penyempurnaan dan kategorisasi tanda warna hitam putih.
Hingga saat ini rumpun sapi perah holstein dan friesian berkembang dengan baik sebagai rumpun sapi perah atau sapi penghasil susu. Penggunaan nama yang sering digunakan pada sapi perah holstein ini berbeda-beda di setiap negara, ada yang menggunakan holstein-friesian dan ada yang menggunakan holstein saja, tergantung dari penamaan Herd Book masing-masing negara. Berbeda dengan holstein, penyebutan sapi perah rumpun friesian ini sama di setiap negara, yaitu friesian. Negara-negara maju yang serius dan fokus dalam mengembangkan sapi rumpun friesian ini adalah Inggris, Jerman dan Belanda.
Adapun awal masuknya sapi perah ke Indonesia yaitu pada abad ke-17 yang diimpor dari Belanda dengan rumpun sapi perah friesianatau di Indonesia disebut dengan friesian holland. Pada abad ke-19 dan 20, kolonial Belanda kembali mengimpor sapi perah dari Belanda dan Australia. Dengan banyaknya impor sapi perah ke Indonesia didukung dengan tidak adanya catatan dari para breeder sapi perah, sehingga rumpun sapi perah apa yang berkembang sampai saat ini di Indonesia belum begitu jelas apakah holstein atau friesian. Namun jika melihat dari catatan/recording dan bukti yang berbentuk sertifikat pada balai-balai peternakan milik pemerintah seperti Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden yang berfokus pada pembibitan sapi perah dan Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang yang berfokus pada penyedia sperma sapi, maka boleh dikatakan bahwa sampai saat ini rumpun sapi perah yang berkembang di Indonesia adalah rumpun sapi perah holstein. Begitu juga dengan bukti dan catatan pada Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang, menunjukkan bahwa sapi perah yang datang adalah sapi perah dari Australia dengan rumpun holstein.
Selengkapnya Baca di Majalah TROBOS Livestock edisi 302/ November 2024
Selengkapnya Baca di Majalah TROBOS Livestock edisi 302/ November 2024