Satuan tugas penanggulangan penyakit mulut dan kuku (PMK) atau foot and mouth disease (FMD) dikomandoi oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sebagai pemimpin otoritas adhoc penanganan PMK yang direstui oleh negara. Maka ada baiknya membahas penanggulangan PMK ini dari perspektif kebencanaan.
Data resmi pemerintah, diakses pada 29/5 menunjukkan PMK sudah menyebar di 19 provinsi dan lebih dari 220 kabupaten/kota, ternak terpapar lebih dari 283 ribu ekor. Ternak yang sembuh 91 ribuan ekor, potong bersyarat 2.600-an ekor, mati lebih dari 1.600 ekor, belum sembuh 188 ribu ekor. Vaksinasi telah menjangkau lebih dari 73 ribu ekor ternak sehat. Dalam waktu 2 bulan sudah menjalar sangat luas. Terberat adalah dampak ekonominya, peternak gagal mendapatkan jackpot panen pada festival Idul Adha dan gagal mendapatkan tabungan ternak untuk biaya sekolah yang momennya berurutan ini.
Mitigasi
Kalaulah PMK ini dipandang dalam perspektif kebencanaan, maka mengikuti definisi mitigasi BNPB. “Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana” (Pasal 1 ayat 6 PP No 21/2008). Sedangkan Kementerian Keuangan RI mendefinisikan “Mitigasi Risiko merupakan tindakan terencana dan berkelanjutan yang dilakukan oleh pemilik risiko agar bisa mengurangi dampak dari suatu kejadian yang berpotensi atau telah merugikan atau membahayakan pemilik risiko tersebut”. Adapun penanggulangan bencana meliputi mitigasi (prabencana), response (tindakan cepat penyelamatan saat kejadian), dan recovery (pemulihan).
Mitigasi PMK dapat diwujudkan dalam analisis risiko yang ditindaklanjuti dengan tindakan karantina (dalam berbagai level dan zona), biosekuriti (isolasi dan desinfeksi), vaksinasi masal, kesadaran bagi masyarakat, peternak, jagal dan pedagang (ternak hidup dan daging). Pada ternak, selain vaksinasi juga dilakukan peningkatan kekebalan non spesifik melalui pemberian nutrisi. Pengobatan medis dan perlakuan nutrisi sebagai respons jika terjadi outbreak PMK. Nutrisi juga aspek penting upaya recovery. Sehingga harus disiapkan sedini mungkin agar tidak panik saat benar-benar terjadi.
Mitigasi dengan Rekayasa Nutrisi
Sebagai insinyur peternakan bidang nutrisi, penulis memandang rekayasa nutrisi dapat dilakukan untuk pada penanggulangan PMK, dalam ketiga pilarnya mitigasi, response, dan recovery. Insinyur perlu turun tangan karena PMK ini mengancam produksi untuk penyediaan daging ruminansia dalam negeri, yang menjadi salah satu tugas pokoknya.
Mitigasi PMK dari perspektif nutrisi berpijak pada nalar sederhana, manusia dan hewan, dalam kondisi kesiagaan bencana, saat bencana dan pasca bencana memerlukan nutrisi untuk membangun ketangguhan dini, dan bertahan saat bencana dan pemulihan pasca bencana.
Begitu pula pada wabah PMK, perlu membangun ketahanan tubuh melalui pakan berkualitas tinggi, high quality feed (pakan berkualitas tinggi) berupa pakan komplit maupun konsentrat. Sebagai pendukung, diperlukan high quality feed suplement (HQFS) dan feed additive berspesifikasi immuno booster. Diistilahkan sebagai dietetic feed, yang disiapkan untuk untuk antisipasi masuknya PMK yang bahkan dapat menyebar melalui udara puluhan kilometer jauhnya dari perimeter zona wabah.
Keparahan serangan PMK selain disebabkan oleh tingkat keganasan serangan, juga ditentukan oleh tingkat ketahanan tubuh. Ketahanan tubuh secara sederhana pula dapat dibaca dari status nutrisinya. Sapi dengan body condition score yang rendah (di bawah 3) lebih rentan ambruk parah saat terpapar PMK. Tingkat kematian karena PMK sebenarnya sangat rendah. Angka 5 % kematian sebenarnya lebih banyak disebabkan oleh kegagalan mendapatkan nutrisi yang diperparah oleh infeksi sekunder di tengah penurunan drastis bobot badan (1-5 kg per hari).
Referensi Pendukung
Referensi efektivitas rekayasa nutrisi untuk membantu penanganan PMK dengan metode ini didukung oleh penelitian ilmiah dari negara lain yang masih endemis PMK. Sebab Indonesia sudah puluhan tahun “melupakan PMK”.
Riset oleh El-Bayoumi et al tahun 2012 di Mesir membuktikan pengaruh multinutrisi antioksidan (Zn, Vitamin E, dan Se) terhadap gejala klinis dan perubahan imunologi pada domba yang terinfeksi PMK selama wabah. Vitamin E, Se, dan Zn dikenal sebagai antioksidan diet, memodulasi resistensi terhadap patogen infeksius. Berbagai penelitian sebelumnya menunjukkan kombinasi beberapa antioksidan lebih efektif daripada dalam bentuk tunggal.
Sejumlah domba terinfeksi yang tidak pernah divaksinasi PMK dibagi 4 kelompok perlakuan. Grup A diperlakukan dengan pengobatan simtomatik terhadap tanda-tanda klinis PMK. Grup B diberi perlakuan per oral dengan antioksidan multi-nutrisi berisi chelated Zn/Zn-Methionine 20 % dan Vit E 60.000 ppm dengan yeast (ragi) yang diperkaya selenium 12.000 ppm. Kedua suplemen diberikan masing-masing 5 gram/ekor/hari. Grup C diberi obat simtomatik dan antioksidan multi-nutrisi dan vitamin sekaligus. Grup D dibiarkan tanpa pengobatan sebagai kontrol.
Lesi kaki di sepanjang pita koroner dan ruang interdigital terlihat jelas selama 2-3 minggu. Penyembuhan lesi berlangsung sangat nyata dan cepat pada kelompok B yang mendapat perlakuan antioksidan saja dan kelompok C yang menerima antioksidan dan pengobatan simptomatik. Hilangnya tanda-tanda klinis sama sekali berlangsung cepat dan tenang pada domba grup C dibandingkan grup A, selisih 3 – 5 hari. Tanda-tanda klinis pada kelompok kontrol D berlangsung 4 – 6 hari lebih lama daripada grup A dan C.
Xue-Jun Zhao et al (2015) di China meneliti pengaruh jenis ikatan trace mineral (Zn, Cu dan Mn) dalam bentuk chelated trace minerals (CTM, trace mineral organic) dengan yang berbentuk garam sulfat (anorganik), pada sapi perah yang telah divaksin PMK. Ternyata mineral dalam bentuk CTM mampu membentuk antioksidan seperti glutation dan glutation peroksidase lebih tinggi sehingga lebih mampu mengatasi stres oksidatif. Selain itu, sapi yang mendapatkan CTM menghasilkan immunoglobulin A dan titer antibodi PMK (sesuai strain vaksin) lebih tinggi.
Aplikasi
Dalam hal ini, penulis memiliki formula suplemen pakan yang didesain untuk menghasilkan performa sekaligus immuno booster pada ruminansia. Formula ini merupakan hasil riset lebih dari 20 tahun yang telah dipatenkan, dan telah diproduksi sebagai supplement multi nutrients & immuno booster (SMNIB). Adapun komposisinya antara lain mineral makro (Ca, P, K, Na, Cl, S) dan mikro (Zn, Fe, Cu, Se, Co, Mg, Mn) yang dikomposisikan secara cukup dan berimbang. Formula suplemen pakan dan feed additive ini diperkaya dengan multivitamin (A, D, E dan B kompleks) dan essential oils (herbal). Untuk sapi sehat, SMNIB dicampurkan pada pakan dengan dosis 0,5 % dari pakan konsentrat. Sedangkan untuk terapi sapi sakit dan recovery diberikan dengan dosis 8 kg/ton atau 0,8 % selama 10 s.d 14 hari.
Pada kunjungan lapangan selama sepekan membersamai Tim Biosecure for Foot and Mouth Disease Response – Fakultas Peternakan UGM yang beranggotakan Insinyur Peternakan dan satu orang dokter hewan ke beberapa kabupaten di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Madura, sangat nyata ternak yang sebelum terinfeksi PMK dalam kondisi prima, cenderung tidak parah sakitnya dan lebih cepat sembuh. Bahkan sapi yang sebelumnya sudah mendapat perlakuan immuno booster (SMNIB) disebut di atas, dalam waktu 5 s.d 6 hari bisa sembuh dan segera pulih dalam beberapa hari kemudian, jika masih pada tahap gejala awal seperti sedikit luka pada sekitar mulut, hipersalivasi ringan dan demam yang belum parah. Syaratnya selama sakit, sapi tetap harus diberi dietetic feed berupa konsentrat dan rumput yang dicacah lebih halus dan SMNIB.
Sapi terkena PMK milik peternak diberikan obat anti histamin ditambah antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder, dan vitamin untuk terapi suportif oleh dokter hewan. Untuk mendukung penyembuhan dan pemulihan, dan menjaga agar sapi tetap mendapatkan nutrisi, peternak diberikan suplemen HQFS 2 s.d 3 kg/ekor/hari dan SMNIB 30-40 gram/ekor/hari selama 10 s.d 14 hari. . Sebulan terakhir ini penulis mendapati sapi - sapi yang terpapar PMK di Blora, Magetan, Sleman (lebih dari 200 ekor), dengan cara ini dapat dipercepat proses penyembuhannya. TROBOS
Ketua DPP Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) DI Yogyakarta
Ketua Badan Kejuruan Insinyur Peternakan – Persatuan Insinyur Indonesia (PII)