Ir. Syahrial Tantalo, M.P : Angin Segar Industri Peternakan

Ir. Syahrial Tantalo, M.P : Angin Segar Industri Peternakan

Foto: 


Terdapat sejumlah faktor yang berpengaruh terhadap iklim industri peternakan. Tidak saja faktor tingkat permintaan atau kebutuhan konsumen/masyarakat, tetapi juga faktor input, di antaranya pakan dan obat-obatan. Ketika kurs rupiah terhadap dolar AS merosot seperti terjadi saat ini,maka akan menimbulkan gejolak pada harga bahan baku pakan, terutama bahan baku pakan impor.

 

Bahan baku pakan yang harganya naik tersebut akan berdampak pada kenaikan biaya produksi dan menyebabkan harga jual produk naik. Artinya industri peternakan ini, termasuk unggas tidak berdiri sendiri, tetapi berkaitan dengan faktor-faktor lainnya, baik di luar negeri maupun di dalam negeri, terutama sektor pertanian, dalam hal bahan baku pakan dan obat-obatan.

 

Khusus kita bicara soal unggas maka pakannya sebagian besar dari jagung. Secara keilmuan belum ada yang bisa menggantikan jagung. Karena jagung itu salah satu keunggulannya adalah kandungan metioninnya yang tinggi. Secara nutrisi metionin itu sangat dibutuhkan asam amino untuk membentuk metabolisme protein. Bahan baku pakan lainnya kecil sekali kandungannya, bahkan tidak mengandung metionin.

 

Yang kedua, jagung mengandung karotin yakni zat pewarna yang cukup baik, ada betakarotin untuk membuat daging ayam baik warnanya, terutama telur. Ternyata yang membutuhkan jagung, tidak saja unggas juga manusia untuk diolah menjadi tepung jagung dan pangan lainnya. Ini yang menyebabkan harga jagung berfluktuasi dan sering naik tinggi.

 

Sementara biji-bijian lain belum ada yang bisa menggantikan jagung karena gizinya sangat baik sehingga presentasenya dalam komponen pakan sekitar 60 hingga 70 persen. Jika harga jagung naik maka akan berdampak pada harga jual daging unggas dan telur. Demikian juga kenaikan kurs dolar terhadap rupiah, tentu harga bahan-bahan baku pakan yang diimpor akan ikut naik.Terkait dengan permintaan atau kebutuhan konsumen/masyarakat, khususnya telur pada tahun ini pasti tetap tinggi karena dari sisi harga cukup terjangkau. Masyarakat sudah menjadikan telur sebagai asupan protein untuk tubuh.

 

Program MSG

Apalagi jika pemerintah nantinya merealisasikan program makan siang gratis (MSG) bagi anak sekolah. Program ini tentu akan memberikan dampak signifikan terhadap permintaan produk unggas. Menu yang paling murah dalam program makan siang gratis ini adalah nasi telur. Jika anggarannya untuk satu porsi Rp10 ribu/anak maka nasi telur bisa cukup, apa nasi telur dadar atau nasi telur bulat. Demikian pula nasi ayam masih bisa di harga Rp10 ribuan. Memang ada pilihan lain yakni nasi tempe, namun kandungan nutrisi telur lebih tinggi dibandingkan tempe.Tetapi jika nasi rendang tentu sudah lebih mahal. Jadi kemungkinan yang akan banyak terserap dalam program MSG ini adalah produk-produk unggas. Ketika program ini dilaksanakan secara nasional maka industri perunggasan akan meningkat permintaannya.

 

Pengalaman selama ini, dalam program PKH yang di dalamnya disertai telur sudah meningkatkan permintaan telur. PPN Lampung menikmati adanya permintaan telur untuk program PKH tersebut. Apalagi jika program MSG terealisasi tentu merupakan angin segar bagi industri unggas.

 

Breeding Ruminansia 

Jika berbicara soal ruminansia, persoalannya sangat tergantung dengan impor bakalan. Kondisinya pada 2024 ini bakal tetap sulit bersaing selama masih bergantung kepada negara pengimpor bakalan, seperti Australia. Jadi solusinya adalah mengurangi ketergantungan terhadap impor bakalan.

 

Tetapi itu tentu tidak mudah dijalankan karena tidak saja menyangkut kesiapan kita dalam hal breeding, juga kebijakan pemerintah pusat. Belum lagi beberapa tahun belakangan ini populasi hewan ruminansia kita banyak berkurang karena didera penyakit Penyakit Mulut dan Kukudan Lumpy Skin Disease(LSD).   

 

Termasuk impor daging kerbau India yang kebijakannya hingga kini masih dilanjutkan. Memang ada ide untuk mengembangkan peternakan kerbau seperti di India di Indonesia. Selama ini sistem peternakan kerbau rawa ini sudah ada secara turun-temurun di Kabupaten Tulangbawang, Provinsi Lampung dan sapi Krui yang meski ukuran tubuhnya kecil tetapi karkasnya tinggi juga dilepasliarkan ke padang gembalaan.Tetapi kedua model peternakan ini sulit untuk dikembangkan ke dalam skala industri. Rasanya sulit untuk merangkul investornya karena cashflow-nya belum jelas. Memang ini pola atau model ini sudah lama menjadi wacana dan sulit direalisasikan.

 

Selengkapnya Baca di Majalah TROBOS Livestock edisi 296/ Mei 2024

 
Livestock Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain