Peternak Layer Lampung Tuntut Proteksi

Peternak Layer Lampung Tuntut Proteksi

Foto: 


Kelangkaan jagung sejak akhir tahun lalu telah menambah panjang penderitaan para peternak ayam petelur (layer) di Provinsi Lampung. Betapa tidak, di saat harga telur tidak kunjung bergerak, biaya produksi naik seiring melonjaknya harga jagung. Ketika beralih ke pakan pabrikan, produksi malah menurun dan penyakit menyerang pula.

               

“Kelangkaan jagung belakangan ini merupakan pukulan pahit yang kami terima. Apalagi harga telur tidak kunjung membaik sehingga margin keuntungan semakin menipis,” ungkap I Ketut Suwendra, peternak layer di Seputih Banyak, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung kepada TROBOS Livestock baru-baru ini.

               

Ketut sempat membeli jagung kering seharga Rp5.500 per kg yang lebih mahal dibandingkan dengan pakan jadi seharga Rp5.150 per kg. Sementara harga telur tetap saja di Rp20 ribu per kg. Padahal pada saat musim panen sebelumnya harga jagung kering paling tinggi hanya Rp3.500 per kg yang jika diolah dan dicampur dengan bahan-bahan lainnya harga pakannya menjadi Rp4.300 per kg.

               

Menyiasati harga jagung yang mahal, Ketut beralih ke pakan jadi. Namun ketika pakan jadi dikonsumsi ayam, produksinya tidak setinggi pakan buatan sendiri. “Mungkin kandungan protein pakannya tidak setinggi yang kita buat sendiri. Atau bisa jadi jagungnya kurang bagus,” ungkap alumni Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor ini.

               

Pusing menghadapi kelangkaan jagung juga dialami Andri Priyanto, peternak layer di Pekon Adiluwih, Kecamatan Adiluwih, Kabupaten Pringsewu, Provinsi Lampung. Sebetulnya pada musim panen jagung kedua tahun lalu, ia sudah menyetok 20 ton jagung kering sesuai dengan kemampuan keuangannya. Itu pun untuk menyetok jagung tersebut, Andri sudah meminjam kreditke perbankan. Namun stok sebanyak itu tentu tidak cukup hingga musim panen jagung berikutnya Maret mendatang.

               

Untuk menghemat stok jagungnya, Andri mencampur pakan olahannya dengan pakan jadi dari pabrik. Sebab untuk membeli jagung kering harganya Rp5.200 per kg atau sudah hampir sama dengan harga pakan pabriksekitar Rp5.400 – 5.700per kg. “Ketika pakancampuran diberikan produksi ayam saya juga menjadi menurun. Mungkin kandungan protein dari pakan pabrik rendah.Kondisi ini dirasakan oleh peternak layer lainnya,” ungkap bapak dari dua putra inisambil menambahkan dengan harga jual telur yang rendah di wilayahnya membuat margin keuntungna semakin tipis dan diperparah dengan datangnya penyakit ND dan kolera seiring musim hujan yang melanda daerahnya.   

 

Salah Perhitungan

               

Penyebab kelangkaan jagung ini karena pemerintah tidak tepat menghitung stok jagung petani dan terlambat melakukan impor. Seharusnya, pemerintah menghitung dengan tepat produksi jagung petani pada musim tanam kedua di 2015 sehingga cepat mengantisipasijika kekurangan dengan melakukan impor jagung agar lonjakan harga jagung bisa direm.

               

Ketut berpendapat, alasan pemerintah tidak impor jagung sebagai langkah mempertahankan harga jagung di dalam negeri adalah salah. Karena begitu panen petani langsung menjual jagung ke pabrik atau tengkulak sehingga yang menikmati tingginya harga jagung adalah tengkulak dan pabrik pakan bukan petani.

               

Yang dikhawatirkan lagi, ketika jagung impor masuk, petani sudah panen raya sehingga harga jagung jatuh. Jika ini sampai terjadi maka petani kembali menanam singkong yang berdampak pada menurunnya produksi jagung pada musim tanam kedua di 2016 dan kembali terjadi kelangkaan jagung di penghujung 2016.

 

Selengkapnya baca di majalah TROBOS Livestock Edisi 197 / Februari 2016

 
Livestock Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain