Rakornas Gapensiska Membahas Siska Berkelanjutan

BOGOR (TROBOSLIVESTOCK.COM).Gabungan Pelaku dan Pemerhati Sistem Integrasi Sawit-Sapi (GapenSiska) berkolaborasi dengan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) serta atas dukungan Siska Supporting Program (SSP-IARMCP) mengadakan Rapat Koordinasi Nasional Pengembangan Siska di IPB Botani Square, Bogor, Jawa Barat (21 – 22/03). Dalam kegiatan tersebut dihadiri Dewan Pengurus GapenSiska, RMCP, stakeholder terkait dan tamu undangan.

 

Wahyu Darsono Team Leader Siska Supporting Program mengemukakan dalam sambutannya, bahwa rapat koordinasi nasional bertujuan untuk membahas kebijakan dan strategi pengembangan, potensi investasi (IPRO), dan pedoman teknis implementasi Siska.

 

Sistem Integrasi Sapi-Kelapa Sawit (Siska) memegang peranan strategis dalam mengembangkan sektor perkebunan dan petermakan di Indonesia serta mendukung Rencana Aksi Nasional Kebun Sawit Berkelanjutan (RAN KSB). Siska Supporting Program telah mendukung Siska di Kalimantan Selatan (26 Klaster Kalimantan Barat (13 Klaster SISKA MEMBARA), Kalimantan Timur (9 Klaster NUSANTARA), dan Riau (7 Klaster SISKA MANDIRI) agar terus berjalan berkelanjutan dan berorientasi secara komersial.

 

Sebelum SSP, program Indonesia Australia Commercial Cattle Breeding (IACCB) sejak 2016-2021) telah membuktikan bahwa model SISKA layak secara komersial, dan sebagai hasilnya mampu menawarkan peluang untuk memperluas pembiakan sapi di area perkebunan kelapa sawit yang sesuai. “Kelapa sawit saat ini mencakup 16 juta hektar lahan di Indonesia, sehingga peluang pertumbuhan SISKA sangat besar,” jelasnya.

 

Sambungnya, dalam mendorong perluasan SISKA, SSP berfokus pada dukungan pembentukan kemitraan atau klaster SISKA, pengembangan kapasitas untuk mengembangkan tenaga kerja SISKA, dan mendorong kemitraan sektor swasta dan publik melalui advokasi oleh Gabungan Pelaku dan Pemerhati SISKA (Gapensiska).

 

Sementara, Team Leader ASG IARMCP menuturkan IACCB, yang dimulai pada Februari 2016, merupakan proyek dalam Kemitraan Indonesia-Australia mengenai ketahanan pangan di sektor daging merah dan sapi. Tujuan IACCB adalah memperluas industri peternakan sapi potong skala komersial di Indonesia. Hal ini dilakukan melalui kemitraan dengan delapan mitra proyek di enam provinsi di Indonesia, dan menguji tiga model peternakan sapi (1) Produksi Kelapa Sawit dan Sapi Terpadu; (2) Penggembalaan Terbuka dan (3) Pemotongan dan Pengangkutan Petani Kecil.

 

Nasrullah, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dirjen PKH mengungkapkan  kendala utama dalam penyediaan daging sapi di Indonesia adalah ketersediaan sapi bakalan. Saat ini sistem pemeliharaan sapi didominasi oleh peternakan rakyat dengan pola usaha semi intensif dan intesif dengan rata-rata kepemilikan 2 (dua) ekor per peternak. Selain itu, masih sedikit lahan khusus bagi usaha peternakan. Hal ini sangat berbeda dengan sistem usaha pembiakan sebagai penghasil sapi bakalan di negara maju seperti Amerika Serikat, Australia, Brazil dan Argentina yang memiliki lahan penggembalaan yang luas.

 

Disisi lain Indonesia memiliki perkebunan sawit yang luasnya mencapai 16,38 juta Ha. Dengan luas perkebunan kelapa sawit tersebut, terdapat potensi lahan yang dapat dimanfaatkan sebagai padang penggembalaan (ranch) maupun sumber pakan untuk pengembangan ternak sapi. Anggap saja jika 1 ekor sapi membutuhkan 2 Ha lahan perkebunan sawit, maka misalnya diambil 20% saja dari total area kebun sawit tersebut, akan dapat dikembangkan lebih kurang 1,6 juta ekor sapi.

 

“Saya telah melihat sendiri pengembangan sawit sapi ternyata mampu menghasilkan ternak yang berkualitas bagus, dan tidak merusak kebun sawit. Bahkan usaha integrasi sawit-sapi dapat berkontribusi positif bagi pengembangan perkebunan berkelanjutan dan memberikan citra positif bagi komoditas kelapa sawit Indonesia yang saat ini mengalami kampanye hitam (black campaign) dalam tataran global. Melalui sistem integrasi sawit-sapi, penggunaan herbisida kimia dan pupuk anorganik dapat dikurangi, sehingga mengurangi biaya produksi dan menjadikan sistem pertanian yang ramah lingkungan. Selain itu sistem integrasi sawit-sapi  dapat menjadi alternatif sumber pendapatan saat dilakukan replanting atau Peremajaan Sawit Rakyat (PSR),” paparnya.

 

Prof Ali Agus, Tenaga Ahli Menteri Pertanian Bidang Hilirisasi Produk Peternakan Kementerian Pertanian menambahkan perkebunan sawit bisa menjadi lokomotif dalam mendukung ketahanan pangan. Karena pemenuhan atau swasembada pangan hingga saat ini masih menghadapi berbagai tantangan, salah satunya adalah sulitnya pengadaan lahan.

 

Adanya lahan sawit dengan kerapatan tanaman yang cukup lebar bisa diberdayakan dengan berbagai tanaman untuk pakan sapi dan sebagai ladang pengembalaan yang bagus.“Perkebunan sawit dengan jarak tanam yang luas bisa menjadi altenatif lahan untuk pemenuhan pakan ternak dan tanaman pangan,” tuturnya.ramdan

 
Livestock Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain