Dedy Kusmanagandi, Strategi Pengendalian Newcastle Disease di Indonesia

Dedy Kusmanagandi, Strategi Pengendalian Newcastle Disease di Indonesia

Foto: Dok. Pribadi


Penyakit Newcastle Disease (ND) atau “Tetelo” dalam tiga tahun terakhir selalu menempati ranking teratas dalam daftar penyakit virus yang menyerang unggas di Indonesia. Penyakit ini bersifat endemis di 160 negara di dunia, bersifat ganas, mematikan, dan merugikan. Virus ND yang ditemukan oleh Kraneveld 1926 di Bogor, hampir 100 tahun yang lalu menyerang semua spesies unggas dengan keganasan yang bervariasi. Ayam muda adalah yang paling peka terserang penyakit ND. Penyakit ND menyerang unggas di berbagai daerah, baik di dataran rendah ataupun di daerah pegunungan.
 
Penyakit ND juga masih tetap terjadi di peternakan ayam, meskipun telah dilakukan vaksinasi. Gejala klinisnya bervariasi, mulai dari gejala ringan atau tidak begitu jelas, gangguan pernapasan, gangguan pencernaan, gejala syaraf, gangguan pertumbuhan, gangguan produksi telur, bahkan sampai kematian dengan persentase yang tinggi.
 
Penyebaran penyakit umumnya terjadi secara horizontal melalui kontak langsung dari unggas ke unggas atau melalui perantara media, air, udara tercemar, orang, peralatan, pakan, hewan liar, serta benda-benda lainnya. Penularan secara vertikal sampai saat ini masih kontroversial, masih menjadi perdebatan secara akademis ataupun secara praktis.
 
Dari berbagai kasus penyakit ND yang terjadi ini, harus ada pengungkapan yang lebih jelas, agar dapat diketahui strategi yang tepat dalam pengendaliannya serta perbaikan dalam upaya pencegahannya, mengingat setiap tahun penyakit ini mengakibatkan kerugian yang besar seperti kematian ternak, turunnya produktivitas, biaya pencegahan dan pengendalian yang cukup tinggi, juga pencemaran oleh virus terhadap lingkungan. Laporan mengenai mutasi virus ND sangat mengkhawatirkan, dan akan semakin berbahaya serta mengancam kesehatan unggas lebih serius. Oleh karena itu diperlukan strategi penanggulangan yang komprehensif dan efektif.
 
Klasifikasi Virus ND
Penyakit ND disebabkan oleh virus Avian Paramyxovirus 1 (APMV-1). Berdasarkan taksonomi terbarunya virus ini disebut sebagai Avian orthoavulavirus 1 ( AOAV-1) yang termasuk dalam genus orthoavulavirus sub family avulavirinae dan family Paramyxo-viridae. ND termasuk penyakit zoonosis minor yang menyebabkan conjunctivitis pada manusia tetapi secara umum hanya menyebabkan penyakit ringan dan terbatas.
 
Virus ND dapat diklasifikasikan berdasarkan serotipe, patotipe, dan genotipe. Klasifikasi virus ND berdasar serotipe adalah mengacu pada protein HN dengan melakukan HA/HI test, di mana ND hanya punya 1 serotipe. Sedangkan klasifikasi virus ND berdasar patotipe adalah mengacu pada virulensi atau tingkat keganasan. Sementara klasifikasi virus ND berdasarkan genotipe adalah mengacu pada tingkat susunan asam amino penyusun gen. Klasifikasi secara genotipe berdasarkan filogenetik (kekerabatan), virus ND dikelompokkan menjadi 2 klas, yaitu Klas I (virulensi rendah dan menyerang unggas air), dan Klas II (virulensinya rendah dan ganas) menyerang unggas darat.
 
Penggolongan virus ND berdasarkan gen protein F di Indonesia dimulai setelah tahun 2000 ketika perhatian para ahli biologi molekuler mulai terbuka dan memiliki teknologi yang memadai untuk meneliti mutasi virus ND. Berdasarkan phylogenetic tree terhadap sequence protein F virus ND yang diisolasi dari wabah ND pada 2009 dan 2010 hasilnya menunjukan bahwa virus wabah ND di Indonesia didominasi oleh virus ND Genotipe 7. 
 
Laporan dari Laboratorium referensi, virus ND yang terdeteksi di lapangan sampai 2022 didominasi oleh virus ND Genotipe 7 h dan Genotipe 7 i. Berdasarkan pengamatan, pada 2022 di Indonesia terdapat sekitar 220 brand vaksin ND baik tunggal atau kombinasi dengan vaksin lain seperti Infectious Brochitis, Infectious Bursal Diseases, Avian Influenza, ataupun Coryza. Dari jumlah tersebut sekitar 70 % vaksin ND menggunakan virus ND Genotipe 2 yaitu strain Lasota atau Clone Lasota sebagai master seed vaksin. Strategi pengadaan vaksin ND ini membutuhkan pengkajian lebih dalam terkait dengan efektivitas vaksinasi dari seed virus yang memiliki kesamaan serotipe tapi berbeda genotipe, dengan kondisi di lapangan saat ini.
 
Strategi Pengendalian
Permasalahan penanganan penyakit ND di Indonesia sangat komplek, maka strategi pengendaliannya juga harus komprehensif, menyangkut berbagai aspek yaitu pengenalan karakteristik virus penyebab penyakit ND, pemilihan vaksin dan cara vaksinasi yang diterapkan. Lalu  program pencegahan non biologik, biosekuriti dan biosafety, pengamatan terhadap karakter dan manajemen Parent Stock, serta teknis pengendalian ketika terjadi serangan wabah penyakit ND. Target yang realisitis bukanlah membebaskan virus ND, tetapi mencegah agar tidak terjadi wabah penyakit pada peternakan unggas di Indonesia dengan pencegahan yang efisien, efektif, dan ekonomis.
 
I. Karakterisasi Virus ND
Strategi pengendalian penyakit ND harus dimulai dengan anamnesa mengenai  virus ND, penyebab penyakit ND di suatu daerah atau suatu kawasan peternakan yang akan ditangani melalui suatu penelitian yang akurat mengenai karakter, keganasan, serta perubahan yang terjadi. Perubahan virus antara lain berupa perubahan struktur antigenik yang dapat terjadi karena adanya mutasi-mutasi dimana berperan mengekspresikan protein virus, sehingga dapat menyebabkan kegagalan vaksinasi. Hal ini menjadi bahan pertimbangan dalam menggunakan vaksin komersial yang sudah ada dan mendorong untuk mempersiapkan vaksin yang lebih baru dan lebih protektif.
 
Penyakit ND dibeberapa negara seperti Vietnam memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dengan isolat dari Indonesia, Malaysia dan Kamboja. Penyakit ND di Indonesia sendiri bersifat endemis dimana sepanjang tahun di berbagai daerah seperti isolasi galur velogenik pada wabah di Bali pada 2007 yang termasuk ke dalam genotipe VII berdasarkan analisis filogenetiknya.
 
Kasus ND di Jawa Barat pada 2013 menunjukkan karakteristik yang beragam, dua isolat bersifat mesogenik, satu isolat bersifat lentogenik dan satu isolat lainnya bersifat velogenik, sedangkan pada 2015 ditemukan kasus yang bersifat ganas (mesogenik/velogenik). Beberapa hasil penelitian melaporkan kasus ND yang terjadi di lapangan termasuk ke dalam virulensi yang bersifat lentogenik, mesogenik dan velogenik.
 
Terdapat hasil penelitian yang melaporkan keragaman antigenik virus ND yang terjadi di Aceh. Pada 2020 hingga 2023 di Jawa Bara, Jawa Tengah dan Jawa Timur terdapat kasus penyakit ND yang bersifat subklinis hingga yang menyebabkan kematian. Wabah ND di Indonesia pada 2009 dan 2010 menyebabkan kematian sebesar 70 – 80 %. Shedding virus yang memungkinkan terjadinya resirkulasi virus ke lingkungan dapat menyebabkan virus mengalami mutasi dan mengakibatkan perubahan adaptif terhadap respon imun. Virus ND Genotipe 7 saat ini dibagi lagi menjadi 3 subgenotipe menjadi Sub G 7 1.1, Sub G 7.1.2 dan G 7.2. Genotipe 7 .2 terdiri dari Genotipe 7 A, 7 H dan 7 I. Sejak 2015 genotipe 7 H dan 7 I  terdeteksi merupakan virus yang dominan di Indonesia. 
 
II. Pencegahan Biologi
Pencegahan secara biologi dilakukan dengan melakukan vaksinasi secara komprehensif dimulai dari induk (Parent Stock), DOC (ayam umur sehari), sampai ayam dewasa. Tindakan vaksinasi yang menggunakan vaksin homolog dapat meningkatkan respon imun yang terbentuk dan mengurangi terjadinya shedding virus dibandingkan dengan vaksin heterolog. Program vaksinasi ND dilakukan dengan menggunakan vaksin konvensional berupa vaksin aktif maupun inaktif, atau dengan vaksin rekombinan dan vaksin reverse genetic yang sudah teruji dan dibolehkan. 
 
Vaksin aktif diketahui memiliki kemampuan untuk menginduksi respon kekebalan yang efisien secara kuat dengan pemberian single dose, namun ternyata vaksin ini memiliki kelemahan yaitu tidak mampu mengatasi replikasi virus yang bersifat heterolog. Vaksinasi secara intensif yang didukung dengan perbaikan tatalaksana pemeliharaan ayam merupakan tindakan yang dilakukan sebagai upaya mencegah terjadinya wabah penyakit ND di Indonesia. Program vaksinasi ND yang dilakukan di Indonesia diantaranya menggunakan vaksin aktif dan inaktif. Vaksinasi menggunakan kombinasi antara vaksin aktif dan inaktif terbukti lebih efektif melindungi ayam dibandingkan pemberian vaksin hanya dengan salah satu jenis vaksin.
 
Vaksin aktif lentogenik misalnya strain LaSota, Hitchner, V6/GA, Ulster, VH, HB1 dan V4 sebagai jenis vaksin yang paling umum digunakan. Vaksin aktif lentogenik dapat diberikan melalui air minum, spray (aerosol) dan tetes (mata atau hidung). Vaksin lain yang dipasarkan adalah vaksin aktif mesogenik (Komarov dan Roakin) yang diberikan dengan cara injeksi pada kulit di bawah sayap dan vaksin galur velogenik seperti ITA dan G7.
 
Beberapa penelitian menyebutkan vaksinasi dengan genotipe virus yang heterolog dengan virus lapang masih dapat merangsang pembentukan titer antibodi, namun risiko shedding virus ketika unggas terinfeksi masih dapat terjadi dan dapat menyebabkan unggas tersebut berfungsi sebagai reservoir.
 
Pengendalian penyakit ND selain dengan vaksinasi ND juga harus secara komprehensif dalam satu program vaksinasi penyakit yang bersifat imunosupresif seperti Marek, vaksinasi IBD (Gumboro), dan vaksinasi serta pengobatan penyakit Chronic Respiratory Diseases (CRD). Imunosupresif adalah suatu keadaan ayam yang mengalami penurunan daya imunitas, atau sistem pertahanan tubuhnya tertekan yang manifestasinya berupa kondisi yang rentan terhadap penyakit sehingga ayam mudah sakit.
 
Tipe vaksin
Vaksin ND terdiri atas vaksin konvensional yang dibagi menjadi tiga jenis vaksin, yaitu vaksin hidup (Lived Vaccine) artinya mikroorganisme dalam vaksin masih hidup dan memiliki kemampuan yang lengkap untuk menghasilkan kekebalan tubuh. Vaksin yang dilemahkan (Attenuated Vaccine) yaitu vaksin yang dibuat dengan cara melemahkan organisme aktif dan vaksin yang dimatikan (Killed Vaccine) yaitu organisme yang digunakan untuk menghasilkan vaksin telah dimatikan dan tidak memiliki kemampuan untuk menularkan penyakit.
 
Vaksin GMO (yang mengandung Genetic Modified Organism) terdiri atas vaksin rekombinan dan vaksin reverse genetic. Vaksin ini telah ada yang disetujui oleh Kementerian Pertanian untuk digunakan pada unggas, setelah melalui penelitian dan peninjauan yang ketat. Vaksin jenis ini tidak menyebabkan shedding virus.
 
Tingkat kekebalan dan Jadwal Vaksinasi
Kemampuan lived vaccine untuk menumbuhkan daya tahan tubuh lebih tinggi dibandingkan dengan killed vaccine karena mikroorganisme tersebut akan tumbuh dan berkembang biak dalam tubuh unggas. Sementara kekuatan killed vaccine untuk merangsang antibodi unggas tergantung pada unit antigenik yang terkandung dalam dosis vaksin. Jadwal vaksinasi dan tatacara vaksinasi banyak disoroti sebagai penyebab timbulnya kasus ND. Jadwal vaksinasi yang telat atau terlalu cepat akan menyebabkan tingkat kekebalan rendah, sedangkan tatacara yang keliru akan menyebabkan kegagalan vaksinasi.
 
Cara Melakukan Vaksinasi baik secara  Tetes Mata, Suntik Kedalam Otot (intra muscular), Suntik Bawah Kulit (subcutaneous), Melalui Air Minum (drinking water), ataupuni melalui Spray harus sesuai dengan petunjuk dari pembuat vaksin. 
 
III. Pencegahan Non Biologik
Pencegahan non biologik dilakukan untuk mencegah penyakit atau faktor lain yang menyebabkan ayam mengalami imunosupresif yaitu suatu kondisi terjadinya penurunan reaksi pembentukan antibodi akibat kerusakan organ limfoid yang dapat menggagalkan vaksinasi. Kegagalan vaksinasi terjadi umumnya karena level kekebalan yang terbentuk tidak mencukupi untuk mengahadapi serangan virus yang menyerang. Walaupun vaksinasi menggunakan vaksin yang  homolog, namun karena ada faktor imunosupresan, respon imun yang terbentuk tidak optimal. Pencegahan terhadap penyakit imunosupresan seperti  Marek, CRD, IBD (Gumboro), Chicken Anemia Virus (CAV)  dan Coccidiosis selain dengan vaksinasi, juga dilakukan dengan perbaikan tatalaksana pemeliharaan.
 
faktor-faktor yang menyebabkan kasus imunosupresif yang disebut juga sebagai imunosupresan, Selain berasal dari penyakit, juga dapat berasal dari faktor lain, yaitu pengelolaan kandang yang tidak baik atau kotor, sirkulasi udara buruk, lembab, litter basah, terlalu padat, kualitas air minum yang buruk, tempat makan dan minum bocor atau tidak mencukupi. Selain faktor fisik kandang, sumber daya manusia yang tidak terlatih akan menyebabkan kondisi tubuh ayam lemah, pertumbuhan terganggu sehingga organ tubuh tidak optimal.
 
Organ limfoid yang ada pada tubuh ayam dibagi menjadi organ primer (sentral) dan sekunder (tepi). Yang termasuk organ limfoid primer adalah Bursa Fabricius di dekat kloaka dan thymus di daerah leher. Sedangkan yang termasuk organ limfoid sekunder antara lain kelenjar Harderian (terletak di belakang bola mata), limpa, kuning telur, sumsum tulang, Peyer’s patches (letaknya di sepanjang mukosa usus) dan caeca tonsil (di perbatasan usus buntu).
 
Stres pada ayam juga dapat menyebabkan kondisi imunosupresif. Stres ini terjadi selain karena faktor lingkungan dan cuaca, juga dapat terjadi karena petugas kandang yang tidak disiplin, pemeliharaan masa starter yang tidak baik, kualitas pakan atau tidak tercapainya level zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh.
 
IV. BIOSEKURITI
Biosekuriti  merupakan suatu sistem untuk mencegah penyakit baik klinis maupun subklinis, sehigga tidak terjadi penyebaran bibit penyakit baik dari luar kedalam area peternakan, dari suatu kadang ke kandang lain atau ke luar dari area peternakan. Biosekuriti adalah sistem untuk mengoptimalkan program kesehatan hewan sehingga pencegahan penyakit dapat berjalan baik sehingga produksi unggas dapat dioptimalkan. Biosekuriti harus diterapkan pada berbagai jenis peternakan baik breeding atupun komersial untuk mengoptimalkan pencegahan penyakit menular.
 
Biosekuriti tiga zona merupakan program biosekuriti yang membagi peternakan menjadi tiga zona resiko yaitu Zona Hijau, Zona Kuning, dan Zona Merah, yang mengontrol semua lalu lintas berdasarkan prioritas dan titik kritis pengawasan yang meliputi :
 
a.Kontrol Lalu Lintas
Biosekuriti ini secara umum memberlakukan kontrol tehadap lalu lintas orang, barang, dan sapronak. Lalu lintas kendaraan yang memasuki areal peternakan juga harus dimonitor secara ketat.
 
b. Catatan Kandang atau Flok
Catatan mengenai kondisi ayam dan perlakuan yang diberikan kepada ayam sangat penting untuk monitoring kesehatan ayam secara rutin termasuk monitoring rutin titer untuk mengetahui tingkat kekebalan terhadap penyakit. Pencucian kandang ayam setelah ayam diafkir dan liter diangkat keluar kandang, pembersihan dan desinfeksi terhadap seluruh kandang dan lingkungannya.
 
c. Kontrol Terhadap Pakan
Biosekuriti terhadap pakan harus dilakukan mengingat banyaknya agen penyakit dan toksin yang dapat mencemari pakan. Upaya yang harus dilakukan adalah melakukan upaya pencegahan berkembangnya toksin jamur dengan menambahkan anti jamur atau toxin binder, melakukan sanitasi truk pengangkut pakan, memperhatikan kebersihan gudang pakan serta lama penyimpanan bahan baku dan pakan jadi siap pakai.
 
d. Kontrol Air Minum
Air merupakan sumber penularan penyakit yang utama selain melalui pakan dan udara. Oleh karena itu air harus difiltrasi, dan dimonitor secara rutin kualitasnya yang meliputi pemeriksaan kimiawi (kesadahan, metal, mineral) dan bakteriologis. 
 
e. Kontrol Limbah Produksi dan Bangkai Ayam
Limbah harus diempatkankan secara khusus dan dimusnahkan. Liter bekas atau yang menggumpal segera diangkat ke tempat khusus. Bangkai ayam segera diambil secara aseptis  dengan kantong plastik lalu dibakar, tempat bangkai disemprot dengan disinfektan. 
 
f. Kontrol Hewan liar
Untuk menghindari burung liar dapat dipasang jaring atau perangkat lain untuk menghindari kontak burung liar dengan ternak ayam. Untuk memberantas tikus dapat digunakan jebakan atau alat elektrik, sedangkan untuk mengurangi lalat dapat digunakan obat anti lalat secara eksternal atau yang dicampurkan melalui pakan.
 
g. Biosafety
Pengelola peternakan harus terlatih menggunakan zat yang berbahaya seperti vaksin, dan disinfektan korosif, pestisida, serta alat atau barang yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja. Vaksin dapat menyebabkan pencemaran atau membahayakan jika tidak hati hati dalam tata kelola pemakaiannya. Disinfektan korosif tidak digunakan untuk kandang kawat dan alat dari logam.
 
V. Anamnesa Parent Stock
Parent Stock adalah ayam bibit yang merupakan hasil seleksi genetik unggul yang memiliki karakteristik ekonomis, pertumbuhan yang cepat, konversi pakan rendah, sebagai penghasil telur tetas dengan daya tetas yang tinggi. Strain tertentu pada ayam ras yang memiliki spesifikasi yang khas, seringkali sensitif apabila gizi kurang, ringkih dan mudah terserang penyakit. Oleh karena itu program medikasi pada ayam induk atau Parent Stock harus dilaksanakan dengan seksama sesuai dengan karakteristiknya, karena akan mempengaruhi DOC yang dihasilkan.
 
VI. Pengendalian Pada Saat Terjadi Penyakit ND
Pengendalian pada saat wabah memerlukan pengamatan yang tajam mengenai kondisi dan status kandang ayam yang terserang karena setiap kandang atau flok mungkin berbeda tingkat serangan yang dialaminya, atau bahkan ada flok yang belum terserang atau belum kelihatan gejalanya. Penegakan diagnosa harus dilakukan segera setelah melihat gejala klinis dan patologis dan dapat diambil tindakan sambil menunggu hasil pemeriksaan laboratorium, terutama jika kasusnya subklinis, gejala klinis yang tidak khas yang dapat dikelirukan dengan penyakit lain seperti AI H9N2, IB, Colibacillosis, atau Kholera Unggas.
 
Serangan penyakit ND direfleksikan dengan tingkat mortalitas dan morbiditas. Jenis virus ND yang ganas di Indonesia, tipe velogenik memiliki tingkat mortalitas 50 – 100 % dan tingkat morbiditas 100 %. Sementara tipe mesogenik tingkat mortalitas mencapai 30 – 50 %. Pada tipe lentogenik, kematian biasanya berkisar  antara 20 sampai 30 % bila dibarengi infeksi sekunder. Serangan ND tipe lentogenik tanpa infeksi sekunder biasanya tingkat kematiannya kecil, dan pada ayam petelur gejala klinis yang terlihat adalah berupa penurunan produksi.
 
Kematian yang ditimbulkan infeksi ND bervariasi, tergantung daya tahan tubuh ayam, adanya penyakit imunosupresi atau penyakit sekunder, dan manajemen pemeliharaan ayam. Sedangkan morbiditas berlangsung cepat, menyebabkan ayam depresi dan kehilangan nafsu makan. Tindakan yang biasa dilakukan dalam menangani kasus ND adalah dengan melakukan vaksinasi ulang di peternakan yang terserang. Namun sebelum revaksinasi, harus dilakukan  pengamatan terhadap kondisi umum fisik ayam, kondisi patologis organ tubuh ayam, terutama saluran pencernaan dan saluran pernafasan, serta adanya penyakit sekunder. Ayam yang kondisi umumnya masih cukup baik, akan memberikan respon positif dan kekebalannya akan meningkat setelah di vaksinasi ulang. Penambahan vitamin C dan disinfeksi akan membantu ayam untuk pulih kembali. 
 
Namun ayam yang kondisinya buruk, sudah tidak memiliki nafsu makan dan minum, saluran pencernaannya terluka dan infeksi, biasanya ayam tidak dapat bertahan, sehingga tindakan yang bijak adalah dengan pengafkiran yang dilakukan dengan cara yang ‘biosecured’ sehingga kuman virus tidak meluas. Kebijakan yang diambil pada saat peternakan terserang ND harus dilakukan dengan prinsip biosekuriti, yaitu mencegah agar virus tidak menyebar keluar dari area peternakan. Oleh karena itu, selama terjadinya wabah harus selalu dilakukan disinfeksi. Pada ayam pedaging (broiler) yang diafkir sebaiknya dilakukan pemotongan ditempat dengan mendatangkan “Mobile Slaughtering House”. 
 
Sedangkan pada ayam petelur agar virus tidak menyebar melalui telur, maka harus dilakukan vaksinasi ulang. Vaksinasi ini akan mencegah shading virus dan mencegah keberadaan virus di saluran telur. Telur yang akan dijual dapat dibersihkan dulu dengan larutan disinfektan Benzalkonium Chloride (BKC) 10 % dengan diencerkan terlebih dahulu yaitu 20 cc kedalam 10 liter air bersih. TROBOS
 
 
Wakil Ketua Yayasan
Pengembangan Peternakan Indonesia
 
 
 

 
Livestock Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain