Dongkrak Konsumsi

Stunting masih menjadi salah satu permasalahan nasional dan menjadi fokus utama Presiden Joko Widodo di akhir jabatannya. Stunting merupakan sebuah kondisi tidak optimalnya pertumbuhan pada seorang anak balita (bawah lima tahun), dimana tinggi badan menurut jenis kelamin dan umur di bawah standar.
 
Tidak sekedar hanya badannya yang menjadi pendek, namun karena asupan nutrisinya yang kurang juga menyebabkan terhambatnya perkembangan otak. Sebanyak 60 – 70 % makanan yang dimakan oleh anak dipakai untuk pertumbuhan otak, jika asupan makanan kurang dan pada akhirnya otak tidak berkembang artinya kecerdasan pun menjadi menurun.
 
Telah sejak lama diketahui bahwa konsumsi pangan dan infeksi (morbiditas) dapat menjadi indikator penting terjadinya masalah gizi. Tingginya prevalensi stunting (pendek) di kalangan anak-anak Indonesia menunjukkan masalah gizi kronis yang dihadapi bangsa kita. Mereka yang mengonsumsi pangan lauk-pauk hewani (daging, telur, ikan) secara cukup akan terhindar dari masalah stunting.
 
Berdasarkan hasil Survey Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022 prevalensi stunting anak balita di Indonesia adalah 21,6 persen. Angka ini turun sebesar 2,8 persen dari angka SSGI 2021 (24,4 persen). Capaian Indonesia dalam menurunkan stunting harus diapresiasi. Angka penurunan stunting di Indonesia ini memang lebih baik dibandingkan penurunan rata-rata di Peru dari 2005 – 2016 (29,8 persen menjadi 13,1 persen, atau sekitar 1,5 persen per tahun) dan Vietnam 2005 – 2015 (33,2 persen menjadi 24,6 persen atau hanya sekitar 0,9 persen per tahun).
 
Untuk mencegah stunting dapat ditempuh dengan mengonsumsi protein hewani.  Pada 1.000 Hari Kehidupan Pertama (HPK) pertumbuhan otak sangat pesat, kemudian setelah umur 2 tahun atau 1.000 hari, otak sudah tidak banyak lagi berkembang. Oleh karena itu, pertumbuhan otak sangat membutuhkan protein maupun lemak. Dan ternyata memang asam amino atau protein yang dibutuhkan ini lebih ke protein hewani. Dalam mengonsumsi protein hewani itu sebetulnya tidak harus yang mahal. Konsumsilah protein hewani yang ada, tidak perlu pakai yang mahal ataupun impor.
 
Protein terdiri dari susunan ribuan asam amino, sehingga kualitas protein ditentukan dari kelengkapan asam amino yang terkandung di dalamnya. Protein terdiri dari protein lengkap dan kurang lengkap. Protein yang bisa dikatakan lengkap merupakan protein yang berasal dari hewani, karena mengandung 9 asam amino esensial. Asam amino esensial adalah asam amino yang harus didapatkan dari makanan karena tubuh tidak bisa memproduksi asam amino ini.
 
Protein hewani juga mengandung 13 asam amino non esensial. Asam amino non esensial ini bisa diproduksi oleh tubuh manusia dengan menggunakan sumber dari asam amino esensial. Protein hewani pada umumnya merupakan sumber lemak, omega 3, vitamin b12, vitamin d, dan kalsium yang baik. Dan satu lagi mengapa protein hewani ini menjadi esensial, yaitu karena lebih mudah dicerna dibandingkan dengan protein nabati.
 
Sementara menurut pemerintah ketersediaan dan kebutuhan produk pangan asal hewan pada 2022 tidak perlu dikhawatirkan. Kebutuhan baik daging sapi, daging ayam, telur, dan susu banyak tersedia, tidak pernah mengalami kesulitan. Namun, jika dilihat dari konsumsi per kapita, Indonesia masih kecil. Konsumsi daging sapi baru 2,67 kg per kapita per tahun, daging ayam 11,63 per kapita per tahun, telur 20,02 kg per kapita per tahun, dan susu 16,27 per kapita per tahun.
 
Untuk itu, ayo kita gaungkan konsumsi protein hewani. Sebanyak 1 hari 2 butir telur, 1 potong daging, dan 1 gelas susu. Minimal harus seperti itu. Tentunya dengan produk hewani yang berkualitas juga. Agar protein hewani itu bisa berkualitas baik, maka dimulai dari ternak yang sehat. Ternak yang sehat itu dia bisa memunculkan potensi genetiknya, pada layer (ayam petelur) bisa bertelur sebanyak yang memang bisa dia lakukan. Kemudian pada broiler (ayam pedaging), daging yang dihasilkan juga bisa lebih sehat dan lengkap nutrisinya. TROBOS
 

 
Livestock Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain