Analisis Ketahanan Sistem Pangan Indonesia Selama Covid-19

Analisis Ketahanan Sistem Pangan Indonesia Selama Covid-19

Foto: Istimewa


Jakarta (TROBOSLIVESTOCK.COM). Pandemi Covid-19 nyatanya berdampak besar pada tatanan kehidupan, terlebih terhadap ketahanan pangan nasional. Awal pandemi diterapkannya pembatasan terhadap orang dan barang. Hal ini mengakibatkan penyebaran bibit dan pupuk tidak merata ke daerah-daerah di Indonesia, sehingga musim tanam pun mengalami kemunduran.

 

Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Prof Muhammad Firdaus, Atase Pendidikan dan Kebudayaan, Kedutaan Besar RI pada Insightful Presentation tentang Ketahanan Pangan Pertanian Indonesia selama Covid-19. Kegiatan dilakukan pada Selasa (28/11) di Food and Agriculture Organization (FAO) Office, Thamrin, Jakarta.

 

Prof Firdaus menyampaikan bahwa analisa ini diperoleh dari studi yang dilakukannya dengan mengumpulkan data dari 6 komoditas meliputi beras, jagung, daging ayam, telur ayam, bawang merah dan pisang. Adapun variabel yang dianalisis adalah produksi, produktivitas, harga produsen, harga konsumen, ekspor, dan impor dari sebelum hingga setelah pandemi.

 

“Data dianalisis menggunakan analisis tren dan koefisien variasi. Beberapa informasi seperti penyediaan input pertanian, kebijakan yang diambil Pemerintah Indonesia selama pandemi Covid-19 dan prevalensi kekurangan gizi (PoU) disajikan untuk mendukung analisis data,” sebutnya.

 

Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) ini mengatakan, sektor pertanian di Indonesia belum mengalami guncangan besar akibat pandemi Covid-19. Hal ini terlihat dari pertumbuhan ekonomi (year-on-year) sektor pertanian Indonesia yang selalu positif selama 8 triwulan (dari triwulan I tahun 2020 hingga triwulan IV tahun 2021) sekaligus pertumbuhan PDB pada 2020.

 

Pada jagung, produksi meningkat selama pandemi, sementara produktivitasnya relatif konstan. Harga jagung di tingkat produsen dan konsumen meningkat, dan tidak ada perubahan signifikan dalam ekspor dan impor jagung.

 

“Sedangkan pada daging ayam, produksi mengalami penurunan selama pandemi. Kenaikan harga di tingkat produsen menyebabkan kesenjangan harga antara produsen dan konsumen semakin mengecil. Pada telur ayam, produksi tetap stabil selama pandemi setelah sebelumnya mengalami peningkatan yang signifikan. Harga telur ayam di tingkat produsen dan konsumen meningkat secara signifikan. Sementara itu, keduanya tidak ada perubahan signifikan yang terlihat pada ekspor dan impor,” paparnya.

 

Lanjutnya, dari sisi input, realisasi pupuk bersubsidi (Urea, SP-36, dan ZA) pada masa pandemi menunjukkan penurunan. Upaya mempertahankan produksi pangan didorong melalui program bantuan keuangan (kredit mikro) bagi petani. Realisasi KUR pada masa pandemi meningkat dua kali lipat dibandingkan sebelum pandemi.

 

“Pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan untuk meminimalkan dampak pandemi Covid-19. Kebijakan tersebut dapat dibedakan menjadi dua, yaitu bagi masyarakat miskin dengan Jaring Pengaman Sosial dan bantuan bagi dunia usaha. Di sektor pertanian, pemerintah melakukan relokasi anggaran untuk membantu petani mengurangi dampak Covid-19 dan menerapkan kebijakan padat karya terutama di pedesaan untuk meningkatkan pendapatan petani,” tandasnya.

 

Pemerintah Indonesia menerapkan beberapa program jaring pengaman sosial yang mampu menekan dampak negatif pandemi Covid-19 terhadap ketahanan pangan. Ia menyarankan kepada pemerintah untuk menerapkan kebijakan dalam menjamin kesinambungan stabilitas dan ketahanan pertanian dan sistem pangan seperti memperkuat hulu dengan memberikan dukungan pada kegiatan produksi, memastikan akses pasar terutama dengan memfasilitasi dan meningkatkan kinerja rantai nilai dari daerah pusat ke pasar lokal dan ekspor, serta memperkuat sistem cadangan pangan nasional untuk bahan pangan utama khususnya penyumbang utama inflasi. shara

 

 
Livestock Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain