Mengawal Regulasi Pangkas Produksi

Mengawal Regulasi Pangkas Produksi

Foto: ramdan


Pengawasan kebijakan ini di nilai masih lemah sehingga diperlukan penyusunan mekanisme secara transparan untuk mengoptimalkan implementasi di lapangan. Apapun yang sudah menjadi keputusan pemerintah, semua pelaku usaha wajib mentaatinya tanpa terkecuali
 
 
Sudah dua kali dalam kurun waktu sebulan di September ini, para stakeholder di bisnis ayam pedaging (broiler) mengadakan acara Rembuk Perunggasan Nasional yaitu pertama di Hotel Aston Sentul Lake Resort & Conference Center, Sentul, Bogor, Jawa Barat (15/9) dan IPB Convention Center, Bogor, Jawa Barat (30/9). Kegiatan ini dilatarbelakangi akibat jatuhnya harga ayam hidup (live bird/LB) yang kembali berulang. Tercatat sejak November 2018 sampai saat ini harga ayam hidup selalu dominan jatuh yang membuat peternak merugi. 
 
 
Dua asosiasi perunggasan yaitu GOPAN (Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional) dan Pinsar (Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat) Indonesia menginisiasi acara ini sebagai upaya mencari solusi perbaikan dan kestabilan harga ayam hidup. Bahkan tidak hanya rembuk, para peternak dalam barisan Paguyuban Peternak Rakyat Nusantara (PPRN) ini pun sempat melakukan aksi damai di Kantor Kementerian Pertanian pada (1/9) guna menuntut perbaikan kondisi bisnis perunggasan saat ini yang tidak kondusif.
 
 
Sekretaris Jenderal GOPAN, Sugeng Wahyudi selaku moderator acara menyatakan, Rembuk Perunggasan Nasional menjadi forum yang efektif untuk mengkoordinasikan dan mengupayakan jalan keluar atau solusi mengenai permasalahan yang terjadi di perunggasan nasional. “Rembuk Perunggasan Nasional juga diharapkan menjadi gerakan bersama semua pelaku perunggasan. Rembuk ini sangat urgen dilakukan karena rendahnya harga jual ayam hidup dibanding HPP (Harga Pokok Produksi),” tandasnya pada Rembuk Perunggasan Nasional (15/9).
 
 
Ia pun menyampaikan kegiatan Rembuk Perunggasan Nasional ini bertujuan salah satunya untuk mengawal implementasi Surat Edaran Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (SE Dirjen PKH) terkait pemangkasan produksi broiler. “Hasil akhir dari SE diharapkan akan terbentuk  supply & demand (pasokan & permintaan) yang seimbang, sehingga memungkinkan harga ayam hidup wajar di atas HPP,” tuntut Sugeng.
 
 
Kebijakan SE
Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) berupaya menjaga stabilisasi supply dan harga live bird  di tingkat peternak dengan salah satunya mengeluarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (SE Dirjen PKH). TROBOS Livestock mencatat, sudah 3 SE Dirjen PKH dikeluarkan medio Agustus – September 2020. 
 
 
Surat Edaran Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (SE Dirjen PKH) Nomor 09246/SE/PK.230/F/08/2020 Tentang Pengurangan DOC Final Stock Ayam Ras Melalui Cutting HE (Hatching Egg), Penyesuaian Setting HE dan Afkir Dini Parent Stock Tahun 2020 yang dirilis pada 25 Agustus 2020. Lalu SE Dirjen PKH Nomor 9663SE/PK.230/F/09/2020 Tentang Pengurangan DOC Final Stock September 2020 yang dirilis pada 8 September 2020. Terakhir, SE Dirjen PKH Nomor 18029 PK.230/F/09/2020 Tentang Pengurangan DOC FS Nasional yang dirilis pada 18 September 2020.
 
 
Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak Kementerian Pertanian, Sugiono mengatakan SHR (Setting Hatching Record) kumulatif pada Agustus menunjukkan jumlah setting HE sebanyak 288.498.160 butir, diestimasikan menghasilkan DOC FS pada September 2020 sebanyak 225.086.264 ekor. Produksi DOC FS di September diperhitungkan menghasilkan live bird pada Oktober sebanyak 211.581.089 ekor atau setara daging ayam 248.185 ton.
 
 
Sementara, data kebutuhan ayam ras telah diproyeksikan oleh BPS (Badan Pusat Statistik), proyeksi kebutuhan LB pada Oktober sebanyak 137.659.846 ekor atau setara daging ayam sebanyak 161.475 ton. Potensi surplus LB di Oktober sebanyak 73.921.242 ekor atau surplus setara daging ayam sebanyak 86.710 ton (persentase surplus 53,7 % dari kebutuhan).
 
 
Beberapa upaya yang dilakukan Ditjen PKH untuk stabilisasi supply & demand ayam ras yang ditampilkan di sebuah seminar daring di Jakarta (24/9) dan Rembuk Perunggasan Nasional di Bogor (30/9). Rinciannya, pertama stabilisasi supply & demand ayam ras pada September dilakukan penyerapan LB internal dan eksternal perusahaan pembibit. Untuk kekurangan kewajiban penyerapan LB pada Agustus sebanyak 15.075.437 ekor di Pulau Jawa. Kewajiban Penyerapan LB September sebanyak 48.697.016 ekor (50 % dari distribusi FS sesuai Permentan 32 tahun 2017) secara nasional.
 
 
Kedua, melakukan pengurangan jumlah setting HE dengan target 35.987.675 butir per minggu mulai 19 September – 17 Oktober 2020 untuk stabilisasi supply LB di November 2020. Ketiga, cutting HE umur 19 hari sebanyak 65.919.523 butir atau 16.479.881 butir per minggu terhitung mulai 19 September – 10 Oktober 2020. Dampak cutting HE untuk stabilisasi supply LB pada Oktober 2020. Keempat melakukan afkir dini PS sebanyak 4 juta ekor pada PS Umur >50 minggu di Pulau Jawa dan 1 juta ekor di luar Pulau Jawa. Dampak afkir dini PS untuk stabilisasi supply di November – Desember 2020.
 
 
Untuk target dan realisasi pengendalian DOC FS broiler yaitu, pertama, penyerapan LB. Target penyerapan LB di Agustus sebanyak 41.662.104 ekor. Realisasi per 21 September 2020 sebanyak 30.238.320 ekor atau sebesar 72,58 %. Kedua, tunda setting HE, target tunda setting HE sesuai SE Dirjen PKH pertama 7.500.000 butir. Realisasi per 21 September 2020 sebanyak 2.055.575 butir atau 27,4 %. Ketiga, cutting HE sesuai SE Dirjen PKH yang pertama sebanyak 14.000.000 butir. Realisasi per 23 September 2020 sebanyak 12.262.699 butir atau sebesar 87,6 %. Target cutting HE sesuai SE Dirjen kedua sebanyak 19.200.035 butir. Realisasi per 26 September 2020 sebanyak 20.213.614 butir atau sebesar 105,22 %.
 
 
Keempat, afkir dini PS, target afkir dini PS betina sejumlah 4.056.646 ekor dan jantan 344.814 ekor. Realisasi per 23 September 2020 untuk betina sebanyak 2.359.859 ekor atau 58,17 % dan realisasi jantan 221.948 ekor atau 64,37 %.
 
 
Sugiono memaparkan dampak dari berbagai upaya tersebut antara lain, pertama, dampak cutting HE berpotensi mengurangi produksi DOC FS di September dari 225.086.264 ekor menjadi 158.242.588 ekor dan potensi surplus di Oktober sebesar 8 %. Kedua, dampak tunda setting HE, mengurangi produksi DOC FS dari 282.927.935 ekor menjadi 153.303.607 ekor dan potensi surplus di November sebesar 4,68 %. Terakhir, untuk dampak afkir dini PS, mengurangi produksi DOC FS dari 281.621.048 ekor menjadi 251.305.902 ekor dan potensi surplus di Desember sebesar 70,12 %.
 
 
Terkait efektivitas SE Dirjen PKH, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), Nasrullah menyatakan, harus dilihat dahulu perspektifnya. “Jika dahulu tidak efektif, apa dasar dan indikatornya? Hal itu tergantung persepektif masing – masing. Untuk sekarang, target dari SE adalah efektivitas. Ada tahapan – tahapan untuk mengefektifkan implementasi SE yaitu salah satunya adanya pengawasan dari institusi terkait dan cross monitoring. Pada saatnya nanti hasil akan kami rekapitulasi berdasarkan target – target dan tahapan serta penjadwalan setelah disepakati. Walaupun, kita tetap memperhatikan sesuatu yang di luar perkiraan,” paparnya.
 
 
 
Selengkapnya baca di majalah TROBOS Livestock Edisi 253/Oktober 2020
 

 
Livestock Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain