Sambang Kandang, ND Dihadang

Sambang Kandang, ND Dihadang

Foto: Istimewa


Newcastle Disease (ND), penyakit klasik pada unggas ini masih eksis, bahkan belakangan muncul genotipe baru. Meski tak selalu tampil ganas, ND perlu dihadang agar tak lagi sambang ke kandang

 

Terdeteksi pada 1926 di Nusantara, kurang 2 tahun lagi, akan genap 100 tahun ND merajalela. Namun virus ini masih belum dapat diberantas, bahkan mampu menjangkiti sampai lebih dari 250 spesies unggas, baik unggas air maupun unggas bebas. Selain itu ayam kampung yang dipelihara lepas tanpa program vaksinasi yang jelas, juga menjadi reservoir virus yang signifikan.

 

Prof Suwarno, Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga, Surabaya, Jawa Timur menyatakan penyakit viral akut, sangat menular, seringkali berujung fatal ini menyerang banyak spesies unggas, khususnya ayam. Ditandai dengan kerusakan organ pernapasan, saluran pencernaan, dan sistem syaraf pusat.

 

“Morbiditas dan mortalitas dapat mencapai 100%, penurunan produksi telur hingga lebih dari 50 %. Di Indonesia sirkulasi virus ND didominasi oleh genotip I, II, VI dan VII. Sampai hari ini kita sudah mengenal 22 genotip virus ND dari seluruh dunia, genotip 22 baru ditemukan pada 2023. Meskipun demikian semua masih satu serotip,” tuturnya pada seminar online Mimbar TROBOS Livestock #45 yang digelar oleh TComm melalui platform Zoom, dan disiarkan melalui kanal youtube AgristreamTV pada 24 April 2024 lalu. Selain Prof Suwarno, acara bertajuk “Proteksi Ayam dari Penyakit Newcastle Disease” ini juga menghadirkan Ignatia Tiksa Nurindra - Veterinary Service Coordinator, Ceva Animal Health Indonesia dan Suhardi – Senior Business Manager PT Agroveta Husada Dharma (Kalbe Group).

 

Suwarno menguraikan selama 2022 / 2023 ND masih menduduki urutan ketiga penyakit yang paling banyak menyerang ayam pedaging (broiler) di Indonesia. Peringkat pertama diduduki oleh Infectious Bursal Disease (IBD, gumboro) dan Runting & Stunting Syndrome (RSS). ND masih menduduki urutan pertama penyakit pada ayam petelur (layer), di samping Infectious Bronchitis (IB) dan Avian Influenza (AI).

 

Ignatia Tiksa Nurindra menyatakan dalam 6 tahun terakhir, terutama di Sumatera dan Jawa, ND merupakan masih sering ditemui, dengan prevalensi 15%. Kasus ND menempati peringkat teratas dibandingkan dengan Complex Chronic Respiratory Disease (CCRD), gumboro, CRD, koksidiosis, korisa dan Necrotic Enteritis(NE). Walaupun demikian, ditengarai kasus ND meningkat pada 2018 – 2020. Setelah 2021 sampai 2023, tren ND menurun jika dibandingkan dengan periode sebelumnya. 

 

Virus & Virulensi ND

Diterangkan oleh Suwarno, ND disebabkan oleh virus jenis ss-RNA dengan polaritas minus, dari golongan Avian paramyxovirus 1 (APMV-1). Virus ini berbentuk sferik / filamen berdiameter 100 nm - 300 nm, bereplikasi di dalam sitoplasma sel inang.  Termasuk virus beramplop, dengan kapsid bentuk helik, non-segmented dengan panjang 15.186 – 15.192 bp. Virus ND memiliki 6 protein struktural yaitu N, P, M, F, HN dan L dan 2 protein non-struktural yaitu V dan W. Protein F strain virus ND virulen memiliki situs pembelahan multibasa, yang dibelah oleh protease intraseluler (mirip furin) pada berbagai jaringan, dengan fenilalanin pada posisi 117.

 

Prof Suwarno menguraikan, virus ND mudah bermutasi, yang prosesnya tergantung pada cleavage site. Mutasi dapat terjadi, pertama melalui antigenic drift dan pencampuran fenotipik (phenotypic mixing). Kedua, melalui reverse genetic, yang terjadinya tergantung pada perubahan 3 nukleotida pada cleavage site. Ketiga,mutasi juga menyebabkan virus ND melakukan serangan lompat antar spesies dari ayam, ke merpati, dan bahkan burung cormoran (sejenis belibis).

 

Adapun virulensi virus ND, disebutkan Suwarno, dibedakan menjadi 3 kelompok strain. Pertama strain lentogenik, yang menyebabkan infeksi subklinik, gejala respiratori dan enterik ringan, virulensi rendah, dan bisa dikatakan tidak ada mortalitas. Kedua, strain mesogenik, yang memiliki tingkat virulensi intermediet, diantaranya menyebabkan infeksi respiratory dengan mortalitas kurang dari 10%. Ketiga, strain velogenik virulensinya sangat tinggi, dan menimbulkan mortalitas hingga 100%.

 

Dia menyebutkan menurut patotipe-nya virus ND dibagi menjadi velogenik viserotropik (bentuk doyle), velogenik neurotropik (bentuk beach), mesogenik (bentuk beaudette), lentogenik (bentuk hitcher), dan asimtomatik (bentuk enterik).

 

Faktor predisposisi ND, dia menerangkan, diantaranya adalah kepekaan unggas, patotipe virus, eksistensi reservoir virus (unggas air, burung liar, merpati, dll), biosekuriti buruk, imunosupresi, faktor lingkungan, dan musim (penghujan dan pancaroba). Kepekaan unggas dipengaruhi oleh jenis spesies, umur, status imunitas, dan status vaksinasi. Faktor lingkungan seperti stress, populasi unggas terlalu padat, kadar amonia tinggi, suhu dan kelembaban tinggi juga menjadi pintu masuk ND.

 

Karakter Virus ND

Suwarno menguraikan, virus ND sebenarnya akan inaktif pada suhu 56 oC selama 3 jam atau 60oC selama 30 menit. Suhu 55 - 63oC dapat menginaktifkan virus dalam produk telur. Suhu 70oC mampu menginaktifkan virus dalam daging unggas. Suhu lingkungan yang hangat & lembab (khususnya di dalam feses), virus dapat bertahan sampai beberapa minggu. “Virus ND juga tahan pada paparan sinar matahari selama 1 jam. Walaupun demikian, virus inaktif pada pH kurang dari 2 atau lebih dari 12. Virus ND juga peka terhadap disinfektan seperti ether, kloroform dan deterjen. Selain itu juga akan inaktif oleh formalin, glutaraldehida, fenol, agen oksidasi, klorheksin, sodium hipoklorit, benzalkonium klorida (BKC), dan β-propiolakton,” urai dia.

 

Dia menerangkan, masa inkubasi ND bervariasi antara 2-15 hari, tergantung virulensi strain. Misalnya, strain velogenik inkubasinya antara 2 - 6 hari, dan beberapa strain avirulen inkubasinya sampai 25 hari. Patogenesis virus ND, mula-mula virus bereplikasi pada mukosa saluran respirasi atas dan saluran intestinal. Virus menghambat sekresi interferon (IFN, antiviral). Maka virus ND menyebar ke seluruh tubuh unggas melalui darah (viremia), kemudian masuk ke limpa dan sumsum

 

tulang sehingga menyebabkan infeksi pada berbagai organ seperti paru, usus, dan sistem pencernaan, bahkan sampai ke saluran reproduksi.

 

Selengkapnya Baca di Majalah TROBOS Livestock edisi 296/ Mei 2024

 
Livestock Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain