EW NUTRITION GELAR POULTRY ACADEMY DI JAKARTA

EW NUTRITION GELAR POULTRY ACADEMY DI JAKARTA

Foto: Dok. By EW Nutrition’s


Manajemen kesehatan usus adalah salah satu bidang utama yang menjadi fokus di kawasan Asia Pasifik. Segmen ini merupakan pembuktian kekuatan secara terus menerus, dan akan terus dilakukan penelitian untuk bidang ini
 
Baru-baru ini EW Nutrition menggelar EW Nutrition’s Poultry Academy di Jakarta, Indonesia (4-5/9). Tercatat 100 orang peserta datang untuk mengikuti kegiatan ini. Direktur Regional EW Nutrition Asia Tenggara/Pasifik, Ramakanta Nayak menyambut para peserta di acara EW Nutrition’s Poultry Academy sebelum pakar nutrisi dan produksi unggas Steve Leeson memulai hari pertama dengan presentasinya tentang ‘Merancang Program Pemberian Pakan Broiler – Integrasi Formulasi, Ekonomi & Hasil Prediktif’ sebelum membahas topik ‘Pemberian Pakan Layer untuk Siklus Bertelur yang Lebih Lama guna Mengoptimalkan Produksi & Profitabilitas’, serta ‘Potensi untuk Mengendalikan Gangguan Metabolisme dan Cacat Otot’.
 
Pada kegiatan EW Nutrition’s Poultry Academy ini diisi oleh sejumlah pembicara yakni Profesor Emeritus Universitas Guelph, Kanada, Steve Leeson, Technical Services Manager Ross Asia Pacific, Judy Robberts; Global Technical Services Manager and Global Nutritionist Hy-Line International, Vitor Arantes; Global manager of technical services Hy-Line International, Daniel Valbuena; Technical Consultant, Feed Technology and Nutrition, Budi Tangendjaja, dan Regional Technical Director EW Nutrition Asia Tenggara/Pasifik, Sabiha Kadari.
 
Menurut Ramakanta, dalam sesi tanya jawab di hari pertama, menyatakan bahwa manajemen kesehatan usus adalah salah satu bidang utama yang menjadi fokus EW Nutrition di kawasan Asia Pasifik. “Segmen ini merupakan pembuktian kekuatan kami secara terus menerus, dan kami akan terus melakukan penelitian untuk bidang ini,” ujarnya.
 
Menurutnya, di Kawasan Asia Tenggara Pasifik, semakin banyak pelanggan yang mendapatkan hasil positif dengan solusi manajemen kesehatan usus dari EW Nutrition. EW Nutrition berkomitmen dalam mengembangkan teknologi baru dan menghadirkan solusi baru ini ke pasar. EW Nutrition akan terus melakukan hal ini melalui investasi berkelanjutan pada penelitian dan pengembangan R&D (research and development), umber daya manusia (SDM), tim, dan manajemen produk.
 
Maksimalkan Potensi Genetik
Pada acara EW Nutrition Poultry Academy di Jakarta, sebagai pembicara utama, Steve Leeson, menekankan bahwa asupan pakan adalah faktor utama yang mendorong pertumbuhan broiler (ayam pedaging). Namun efisiensi pakan lebih didorong oleh deposisi otot daripada oleh pertumbuhan lemak. “Pemilihan strain yang pertumbuhannya cepat mengakibatkan nafsu makan secara tidak langsung menjadi kriteria penting dalam pemilihan strain broiler modern. Strain ini sangat kurus. Mendorong pertumbuhan otot dibandingkan dengan pertumbuhan lemak selalu meningkatkan efisiensi pakan. Alasannya sangat sederhana, yakni 1 kg lemak mengandung 9.000 kkal, sedangkan 1 kg otot yang 80 persennya merupakan air, hanya mengandung 1.000 kkal. Akibatnya, broiler kini sangat responsif terhadap asam amino. Artinya, deposisi otot hampir sepuluh kali lebih efisien daripada deposisi lemak,” jelas Steve.
 
Ia pun berkomentar, pemberian pakan pada broiler sekarang menjadi hal yang lebih kritikal dari sebelumnya. Berat badan tujuh hari kini menjadi metrik standar untuk mengukur produktivitas. Setiap 1 gram berat badan pada usia 7 hari, setara dengan 10 gram pada usia 35 hari. Asupan pakan yaitu untuk memaksimalkan potensi genetik dan memanfaatkan nafsu makan broiler. Faktor-faktor yang dapat menekan asupan pakan perlu diminimalkan, antara lain bentuk pakan. Bentuk pakan akan mempengaruhi asupan pakan: mash < crumbles < pellets. kemudian ukuran partikel pakan dimaksimalkan dengan pemberian pakan melalui ukuran partikel pakan sebesar mungkin.
 
“Lalu ada juga kepadatan kandang , pemberian pakan ad libitum (secara terus-menerus). Setelah ayam umur 28 hari, kepadatannya akan lebih dari 35 kg/ m2,. Ada juga faktor suhu lingkungan, yakni konsumsi pakan maksimal pada suhu sekitar 15o C setelah brooding, namun optimal feed gain adalah pada suhu sekitar 26o C. Kemudian pencahayaan, semakin lama waktu pencahayaan maka semakin besar asupan pakan. Kendati demikian, diperlukan 4 jam kegelapan agar tidak mengganggu kesehatan unggas dan respon imun. Selanjutnya, tingkat energi pakan pada broiler masih mengonsumsi makanan sesuai dengan kebutuhan energinya,” terang Steve.
 
Kepadatan Kandang & Pembatasan Pakan
Steve juga memaparkan, broiler sering kali mencapai target berat badannya pada umur 21 hari. Namun pada umur 28 hari, gagal mencapai potensi genetiknya. Seringkali, keterlambatan ini secara keliru disalahkan pada perubahan pola makan, penyakit subklinis, atau cekaman lainnya. Namun dalam banyak kasus, ia mengimbuhkan, hal ini hanya disebabkan oleh berkurangnya asupan pakan yang disebabkan oleh terbatasnya akses terhadap feeders. Hal ini karena kepadatan yang lebih tinggi pada ternak komersial, yang memaksimalkan profitabilitas per kandang, bukan per ekor. “Broiler yang lebih besar biasanya bersaing untuk mendapatkan akses terhadap pakan, dan mungkin tidak mencapai jumlah asupan pakan yang cukup.
 
Broiler perlu makan sekitar 8 menit setiap jam, meskipun biasanya hal ini tidak terjadi dalam single feeding,” kata dia. Menurut Steve, potensi genetik untuk asupan pakan (gram/hari) berhubungan dengan umur ayam. Misalnya untuk broiler umur 21-42 hari, konsumsi pakannya adalah umur ayam (hari) dikali 6, maka broiler umur 28 hari dapat mengonsumsi pakan sebanyak 168 gram/hari.
 
Dari sisi suhu, broiler juga semakin sensitif terhadap heat stress. “Kita dapat mempengaruhi kebutuhan energi dengan mengurangi kebutuhan pemeliharaan untuk mempertahankan suhu tubuh. Memelihara broiler pada suhu kurang 15°C akan menjadi tantangan dengan kepadatan kandang yang tinggi, sehingga menjaga broiler pada suhu netral sekitar 24°C akan meminimalkan kebutuhan energi, terlepas dari kepadatan kendang,” jelas Steve.
 
Meningkatkan kualitas pelet artinya ayam memerlukan waktu yang lebih sedikit untuk mengonsumsi pakan, sehingga menggunakan energi pemeliharaannya lebih sedikit. Meningkatkan kualitas pelet berarti peternak memiliki pilihan untuk mengurangi energi metabolik (apparent metabolizable energy) dari makanan. Ia
mencontohkan, misalnya, jika kualitas pelet ditingkatkan dari 60 % menjadi 80 %, ini setara dengan peningkatan energi pakan sebesar 60 kkal, tanpa adanya perubahan komposisi makanan. Sebagai alternatif, AME dapat dikurangi sebesar 60 kkal, sehingga mengurangi biaya pakan tanpa mengurangi kinerja.
 
“Sementara itu, peralihan dari crumble ke pelet sering kali terjadi terlalu lambat secara komersial, dan hal ini membatasi pertumbuhan. Keengganan untuk memberi pakan pelet lebih awal disebabkan oleh persepsi penolakan makan, sehingga pergantian dari pakan crumble menjadi pelet seringkali terjadi pada umur 21-24 hari. Broiler akan memakan partikel pakan yang besar pada usia yang sangat muda. Penolakan makan pada masa transisi ini, terjadi dalam hitungan menit atau jam, bukan hari. Pakan yang terbuang maksimal hanya 1-2 gram/ekor.
 
Penolakan makan dapat diminimalkan dengan menambahkan 5 % pelet pada pemberian crumble terakhir dan membuat pencampuran 50 % crumble dan 50 % pelet,” papar Steve. Ia mengatakan, mencocokkan ukuran pelet dengan umur ayam menjadi sangat penting seiring dengan meningkatnya kepadatan kandang. Seteve merekomendasikan bahwa dari perspektif unggas, ukuran pelet yang ideal adalah pre-starter (0-10 hari) 2 mm, starter (11- 21 hari) pendek 3,5 mm, grower (22-32 hari) 4 mm, dan finisher (32+ hari) 5 mm.
 
Ketika diberikan pilihan pakan dalam ukuran partikel yang beragam, ayam selalu menunjukkan preferensi terhadap partikel terbesar. Pada saat ukuran pelet bertambah besar, maka ayam mengonsumsi lebih sedikit pelet dan lebih sedikit waktu di feeder. Ia menyimpulkan bahwa asupan pakan (feed intake) menentukan tingkat pertumbuhan. “Berikan pelet kepada ayam sesegera mungkin, dan ganti pelet sesuai dengan kebutuhan ayam. Manajemen pengelolaan apapun yang membatasi feed intake, seperti kepadatan kandang atau heat stress, berarti perubahan pola makan seharusnya ditunda,” pungkas Steve.TROBOS/Adv

 
Livestock Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain