Hidup Menumpang, Parasit Wajib Ditendang

Hidup Menumpang, Parasit Wajib Ditendang

Foto: Istimewa


Peternak agar melakukan monitoring rutin berupa pengujian parasit seperti koksidiosis, cacingan, maupun parasit darah. Deteksi sedini mungkin diperlukan agar penanganan lebih cepat dan lebih mudah

 

Meskipun bukan tergolong penyakit mainstream penyebab kematian pada budidaya unggas, namun potensi kerugian ekonomi yang ditimbulkannya tidak bisa diremehkan. Bahkan, parasit yang rata-rata serangannya bersifat subklinis dan kronis, dapat menghancurkan performa produksi dan membuyarkan imunitas ayam sehingga ayam rentan dihajar berbagai penyakit.

 

Rositawati Indrati, Dosen Parasitologi dari Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timurmenjelaskan penyakit parasiter umumnya bukan penyebab utama yang menimbulkan kematian. “Parasit bersifat patogen apabila kondisi lingkungan mendukung (sistem kekebalan turun). Parasit juga dapat menjadi vektor beberapa penyakit baik sesama parasit, virus atau bakteri,” ungkap dia pada seminar online Mimbar TROBOS #39 “Strategi Berantas Penyakit Parasit Pada Unggas” pada Selasa, 24 Oktober 2023.

 

Acara yang dibesut oleh TComm dan disiarkan melalui aplikasi Zoom dan kanal YoutubeAgristreamTV itu menghadirkan 2 narasumber lainnya, Bima Ambar Sogindor, Manajer Produksi PT Rumput Ilalang Hijau dan Ayu Miftahul Khasanah, Technical Education and ConsultationPT Medion Farma Jaya.

 

Ayu menyatakan penyakit parasit ini patut diperhatikan lebih lanjut karena selama 2021-2023 menempati urutan ke-3 penyakit yang menyerang layer(ayam petelur). Khususnya penyakit cacingan. Pada broiler(ayam pedaging), koksidiosis menempati peringkat ke-4 pada periode yang sama. Koksidiosis disebabkan oleh Eimeria sp, protozoa parasit yang hidup di saluran pencernaan. “Menyongsong penghujan, ancaman parasit meningkat. Sebabnya, kebersihan kandang kurang optimal dan peningkatan populasi vektor,” kata dia. Ayam yang terserang parasit akan mengalami gangguan pertumbuhan, keseragaman rendah, mortalitas meningkat, peningkatan konversi pakan (feed convertion ratio, FCR),  dan penurunan produktivitas.

 

Jenis Parasit

Menurut Rosita, secara umum parasit pada ayam dibagi menjadi 2, yaitu parasit yang berada di menempel di luar tubuh ayam (ektoparasit) dan parasit yang menyerang ke dalam tubuh ayam (endoparasit). Tingkat keparahan serangan kedua jenis parasit itu berbeda-beda, tergantung pada jenis parasit, jumlah parasit, umur ayam, dan kondisi pakan/status kecukupan nutrisi ayam.

 

Ayu mendefinisikan endoparasit sebagai parasit yang hidup menumpang, mengambil nutrisi dari ayam sebagai inangnya dan berada di dalam tubuh ayam. Dia membedakan parasit berdasar predileksinya, yaitu parasit pada saluran pencernaan seperti cacing dan Eimeria sp (penyebab koksidiosis) dan parasit dalam darah seperti malaria dan Leucocytozoon (malaria like disease).

 

Dijelaskan Rosita, secara garis besar terdapat 2 kelompok endoparasit, yaitu cacing / helmith dan protozoa. Cacing parasit yang dikenal luas diantaranya nematoda atau cacing gilig (menyebabkan nematodiasi), cestoda atau cacing pita (menyebabkan cestodiosis), dan trematoda atau cacing daun. Predileksi / organ yang sering ditemukan adanya cacing diantaranya adalah saluran pencernaan, mata dan trakhea. Sedangkan protozoa bisa ditemukan dalam saluran pencernaan dan darah.

 

Ektoparasit, menurut Ayu, adalah parasit yang hidup menumpang, mengambil nutrisi dari tubuh ayam sebagai inang dan hidup di luar/permukaan tubuh ayam. Contoh ektoparasit yang umum menyerang ayam adalah kutu dan tungau. Tungau populer disebut sebagai gurem.

 

Cacingan

Ayu menjelaskan, gejala cacingan pada layer tahap ringan adalah terjadi penurunan produksi telur ‘tanpa sebab’, karena ayam tampak seperti sehat. Jika infestasi cacing semakin parah / berat, maka nafsu makan menurun, sehingga produksi telur turun signifikan. Pada broiler pertumbuhan terhambat. Secara umum, infestasi berat akan menunjukkan bulu kasar, pucat, kurus dan diare.

 

Rosita menyatakan cacing saluran pencernaan dari jenis nematoda, memiliki tempat hidup yang khas. Ascaridia galli dan Strongyloides avium lebih banyak ditemukan pada usus halus. Pada caecum(usus buntu), sering ditemukan cacing Heterakis gallinarum. Proventriculus, tembolok, dan oesophagus (kerongkongan) disukai oleh Capillaria sp dan Aquaria sp. Menurut dia, trakhea juga dapat menjadi tempat infestasi cacing, Syngamus trachealis. Seringkali ketahuan setelah menjadi karkas, karkas terlihat kurus dan pucat. Ditemukan cacing pada trakhea dan mukosa / lendir berdarah.

 

Sedangkan cacing pita atau cestodaRaillietina tetragona dan R. Echinohothrida lebih banyak ditemukan di usus halus. “Infestasi cacing itu bisa menurunkan produksi telur sampai dengan 25%,” kata dia. Cacing daun atau trematoda seperti Echinostoma revolutum, Prothogonimus pellucidum dan Philopthalmus gralli masuk ke tubuh ayam melalui nimfe lalat yang terkontaminasi cercariae, yang kemudian bermigrasi ke Bursa fabriciusatau saluran telur.

 

Mengutip jurnal yang dilaporkan oleh Rosita, terungkap ekstrak temu ireng dan temu lawak memiliki efek antelmentika (anti cacing) karena terdapat kandungan sequerpene dan monoterpene yang menyebabkan paralisa musculus. Dia sendiri telah meneliti pengaruh ekstrak herbal tersebut pada Egg Per Gram (EPG) feses dan ekspulsi Heterakis gallinarum, kasus pada ayam petelur. Ayam petelur P1 diberikan ekstrak temu lawak dan temu hitam satu kali dengan dosis 14 g/ekor dicampurkan dalam pakan). Kelompok P2 mendapatkan ekstrak temu lawak dan temu hitam satu kali pemberian dengan dosis 14 g/ekor yang dicampurkan dalam pakan dengan pengulangan dosis yang samapada 7 hari kemudian.

 

Hasilnya, EPG kelompok kontrol (tanpa perlakuan)meningkat 1106,67. Kelompok P1 mengalami penurunan EPG (293). Kelompok P2 mengalami penurunan EPG hingga pekan kelima (57,78). Cacing yang keluar bersama feses meliputi cacing dewasa dan larva terlihat tidak bergerak tanpa kerusakan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah, serbuk ekstrak temu lawak dan temu hitam mengakibatkan kelumpuhan H gallinarum dewasa dan larvaserta berperan sebagai antelmentika, terutama pada perlakuan pengulangan pada hari ke-7.

 

Cacing Mata

Menurut literatur, Oxyspirura mansoni, sering disebut sebagai cacing mata, merupakan cacing gelang parasit yang menginfeksi mata unggas. Cacing putih kecil (panjang sekitar 15 mm, berkisar antara 8 hingga 22 mm) yang ditutupi kutikula. Mereka memiliki bagian depan yang membulat dan bagian belakang yang runcing. Mereka hidup di permukaan dan/atau di belakang bola mata di saluran lakrimal dan kelenjar terkait. Penyakit karena infestasi disebut dengan oxyspiruriasis atau oxypirurosis. Omansonitersebar di daerah tropis maupun subtropis.

 

Bima menjelaskan di Indonesia, cacing ini sering ditemukan pada saccus konjungtiva. Bisa terjadi pada ayam petelur dan ayam pedaging. Unggas yang terinfeksi  menunjukkan gejala yang konjungtivitis (peradangan pada daerah konjungtiva), radang pada area kelopak, mata, kerusakan kornea, dan terdapat banyak eksudat pada mata.

 

Rosita menjelaskan, O mansoni mempunyai siklus hidup tidak langsung, kecoa sebagai inang perantara. Ayam terinfeksi karena memakan kecoa yang terkontaminasi. Larva invektif masuk ke saluran pencernaan, bermigrasi sepanjang kerongkongan, esofagus dan menuju mata melalui tear duct. Di situ berkembang dewasa dan memproduksi telur. Telur tertelan melalui tear duct, kemudian keluar melalui feses, dan siklus penularan melalui kecoa terulang kembali.Jeda antara infeksi dan masa bertelur pertama antara 4 sampai 5 minggu.

 

Selengkapnya Baca di Majalah TROBOS Livestock edisi 290/ November 2023

 
Livestock Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain