Pakan Herbal untuk Cegah AI

Kombinasi ramuan dari  tanaman herbal terbukti mampu menstimulasi dan meningkatkan kekebalan tubuh ayam

 

Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH-IPB), Prof. Dr. drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto bersama timnya berhasil mengembangkan ramuan herbal yang mampu menangkal virus Avian Infuenza (AI) atau flu burung sebesar 40 %. Ramuan tersebut merupakan campuran dari berbagai jenis tanaman herbal antara lain temulawak, meniran, sambiloto, dan temu irengyang dimanfaatkan dengan cara dicampurkan dalam pakan.

 

Ia mengungkapkan, tim melakukan seleksi terhadap 100 tanaman obat asli Indonesia dan didapatkan empat tanaman yang potensial. Dari riset yang dilakukan sejak 2007telah berhasil mendapatkan dua paten. 

 

Setiap tanaman diuji aktivitasnya, dipilah dan diberikan pada unggas. Terdapat empat kelompok unggas yang diteliti, yakni unggas kontrol (tidak divaksin dan tidak diberi pakan herbal), unggas yang divaksin tanpa diberi pakan herbal, unggas yang divaksin dan diberi pakan herbal, dan unggas yang tidak divaksin tetapi diberi pakan herbal. Unggas tersebut diuji di laboratorium di Gunung Sindur dengan tingkat keamanan level 3.

 

Setelah dua minggu, hasilnya adalah unggas kontrol 100% mati, unggas dengan vaksin 99% hidup (kematian yang terjadi disinyalir karena faktor di luar AI), unggas dengan vaksin dan herbal 100% hidup, dan unggas tanpa vaksin tapi diberi herbal 40% hidup. “Kami menyimpulkan, penambahan herbal ini mampu menahan kematian karena virus AI sebesar 40% tanpa vaksin.Jika ditambah dengan vaksin, otomatis daya tahan tubuh (sistem imun) unggas lebih tinggi. Kombinasi ini bisa menahan kematian unggas akibat flu burung,” ujar Bambang.

 

 

Kembangkan Potensi Herbal

Bambang mengungkapkan, penelitian tentang herbal telah dilakukan sejak lama. “Banyak varian tanaman saya riset, terutama untuk kanker karenakarena keahlian saya tentang itu. Selain itu riset untuk anti bakteri, anti parasit, kemudian untuk persembuhan luka, dan anti virus. Belakangan saya lebih sering melakukan riset untuk anti virus walaupun riset anti kankernya tetap saya lakukan,” paparnya.

 

Terkaitriset anti virusdifokuskan pada flu burung. Riset pada AI dipilih berdasarkan prioritas anjuran pemerintah tentang herbal sebagai tanaman obat. “Waktu itu dicanangkan oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono ada sekitar 14 jenis tanaman obat,” ujar Bambang.

 

Beranjak dari wabah flu burung yang mendera Indonesia, makaBambang mulai fokus meneliti flu burung dengan basis tanaman herbal. “Menyeleksi dari ratusan jenis tanaman, karena ini adalah proyek lintas ilmu maka tim peneliti pun dari berbagai latar belakang ilmu tidak hanya dokter hewan diantaranya kimia, agronomi, dan biologi,” tutur pria yang juga menjadi peneliti di pusat studi Biofarmaka, Taman Kencana, Bogor.

 

Dari 100 jenis tanaman akhirnya dipilih 4 tanaman yaitu temulawak, meniran, sambiloto, dan temu ireng. “Kami uji satu per satu tanaman tersebut. Masing-masing tanaman ini mempunyai fungsi, ada yang bertindak sebagai anti oksidan, peningkatan daya tahan tubuh dan lain sebagainya. Keempat tanaman ini memiliki fungsi paling bagus aktivitasnya dibanding tanaman lain,” ungkap Bambang.

 

Diformulasikan dengan Pakan

Bambang menjelaskan, racikan ke empat tanaman herbal tersebut kemudian diformulasi menjadi pakan. “Kami uji secara invivo dan invitro, hingga didapat 2 formula. Telah diajukan paten dan persetujuan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia bahwa saya mendapat paten,” ucapnya.

 

Ia pun mengakui, penelitian tersebut telah masuk dalam 107 inovasi (Reward dari Institut Pertanian Bogor). Dari sekian puluh formula, dipilih yang paling baik aktivitas anti virusnya, kemudian diujikan ke ayam. Penelitian di ayam juga memakan waktu panjang, terakhir uji antivirus khusus AI dalam bentuk serbuk.

 

Dalam proses penelitiannnya, terang Bambang, tanaman diekstraksi, karena ekstraksi mahal maka kemudian dibuat simplisia atau serbuk daun yang dikeringkan dan dihancurkan. Ayam dibagi dalam 4 kelompok, ayam kontrol (tidak divaksin dan tidak diberi pakan herbal), ayam yang divaksin tanpa diberi pakan herbal, ayam yang divaksin dan diberi pakan herbal dan ayam yang tidak divaksin tetapi diberi pakan herbal. Perlakuan dilakukan selama 1 bulan dengan dosis racikan tertentu.

 

Setelah itu, di cek titer antibodi terhadap AI, yang tidak divaksin tidak ada titer antibodinya, yang divaksin jelas memiliki antibodi. Kemudian, ditantang dengan virus AI lapangan. “Ayam diinfeksi dengan virus lapangan, setelah diinfeksi kita amati kematiannya. Yang tidak divaksin dan tidak diberi pakan herbal dalam waktu 2 hari sudah habis mati semua,” ungkap Bambang.

 

Protokol uji ini sampai 14 hari. Ayam yang divaksin dan diberi pakan biasa masih hidup. Ayam yang divaksin dan diberi pakan herbal juga masih hidup, keduanya sama-sama memiliki titer antibodi tapi yang diberi pakan herbal memiliki titer sedikit lebih tinggi dibandingkan yang tidak diberi pakan herbal.

 

Artinya,pakan herbal menstimulasi kekebalan tubuh walaupun tidak beda jauh tapi trennya mengalami kenaikan. “Yang menarik pada kelompok tidak divaksin tapi diberi pakan herbal, secara alamiah memang tidak memiliki kekebalan. Namun sampai selesai uji tantang, 40% ayam masih hidup. Padahal ayam yang tidak divaksin mati semua. Jadi kami menyimpulkan ada sesuatu dalam pakan herbal ini yang dapat mencegah AI,” terang Bambang.

 

Walaupun hanya 40%, ia yakin bila 1 virus dapat ditahandengan ramuan herbal ini, jenis virus lain juga bisa tapi untuk berapa besar dapat menahannya Bambang mengatakan masih belum tahu. “Saya berharap ini menjadi produk komersial yang disebarluaskan,” ujarnya.

 

Ia menyatakan, penelitian selanjutnya ialah mencari apakah di ke empat tanaman tersebut ada aktivitas lain khusus untuk mencegah penyakit yang kerap menyerang di lapangan. “Jika ada tentu bisa mengurangi obat. Terutama penyakit akibat bakterial atau parasit,” kata Bambang.

 

Pengujian ini tidak hanya pada kekebalan tubuh, tapi juga kekebalan antibodi. Kekebalan seluler dicek semua termasuk uji toksisitas. Secara histopatologi tidak ada yang mengalami perubahan.

 

Bambang mengatakan, pemakaian dalam pakan hanya sedikit tidak mencapai 5%, maka baunya tertutup oleh pakan. Selain itu, diuji pula performa ayam, produksi daging, bobot badan, FCR(rasio konversi pakan), dan terutama perhitungan ekonomi.

 

“Target kami sedang mencari mekanisme cara kerja tanaman tersebut. Juga aktivitas lain supaya secara ekonomi lebih ekonomis. Kemudian, kami membina petani agar suplai lebih konsisten. Di Sukabumi dan Kalimantan Tengah, kita bina petani untuk bercocok tanam dengan baik,” ucapBambang yang berharap dari produk herbal ini, bisa menjawab AMR (Antimicrobial Resistance)/AGP (Antibiotic Growth Promotor) yang dilarang. TROBOS/nova

 

 
Livestock Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain