Strategi Formulasi Pakan Layer Mandiri

Strategi Formulasi Pakan Layer Mandiri

Foto: Istimewa


Memproduksi pakan secara mandiri (self mixing) merupakan strategi efisiensi yang populer bagi peternak layer. Self mixing pakan diharapkan dapat menekan biaya produksi telur, dengan cara mengkustomisasi formulasi nutrisi ransum
 
Menyusun formulasi ransum, memerlukan pengetahuan yang terperinci tentang kebutuhan nutrisinya (makro dan mikro) agar formulasi ransum yang disusun mendekati ideal, lebih sesuai kondisi aktual lingkungan, umur, status produksi ayam, ketersediaan dan harga bahan baku pakan.
 
Prof Muhammad Halim Natsir, Guru Besar Ilmu Nutrisi dan Dekan Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur mendefinisikan formulasi ransum / pakan didefinisikan sebagai poses perhitungan dan penyusunan berbagai bahan pakan untuk menjadi pakan lengkap dan/atau konsentrat untuk memenuhi kebutuhan ternak (untuk hidup, berproduksi dan bereproduksi), mendukung kesehatan ternak dan aman manusia yang mengkonsumsi produk ternak itu.
 
Hal itu dia sampaikan pada Mimbar TROBOS Livestock ke-37 bertajuk “Formulasi Ransum Self mixing Peternak Layer” yang digelar oleh TComm pada 27 Juli 2003 lalu melalui platform Zoom dan kanal Youtube AgristreamTV. Selain M Halim Natsir, tampil pula sebagai narasumber, Prof Nahrowi Ramli, Guru Besar Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan IPB University dan Ketua Center of Tropical Animal Studies (Centras), Yahya M Sofwan, Animal Protein Technical Consultant U.S. Soybean Export Council (USSEC), dan Neneng Arofah, Technical Education & Consultation PT Medion Farma Jaya. 
 
Tantangan Self mixing
Neneng Arofah menyatakan porsi ongkos pakan layer yang mencapai 70 – 85 % dari biaya produksi telur telah mendorong peternak layer meracik pakan mandiri. Konsekuensinya, dituntut harus cermat dan menguasai seluk beluk self mixing ini karena pilihan ini menjanjikan keuntungan sekaligus risiko yang lebih tinggi.
 
Kelebihan dari pakan mandiri atau self mixing, diuraikan Neneng, diantaranya dapat mengejar formulasi dengan harga yang lebih murah. Kandungan nutrisinya pun dapat disesuaikan dengan kebutuhan aktual ayam, sesuai strain ayam, fase produksi dan lingkungan. Peternak juga dapat memilih bahan baku yang termudah diperoleh, melimpah, kontinuitasnya baik, dan paling terjangkau harganya. Termasuk menggunakan bahan alternatif yang mungkin melimpah di pasar lokal. Walaupun demikian, ada pula tantangannya, diantaranya perlu biaya tenaga ahli (nutrisionis) atau terlatih (formulator) yang harus dibantu dengan software formulasi dan pekerja produksi. Tantangan lainnya adalah pada bahan baku meliputi pasokan, kualitas dan harga yang fluktuatif. 
 
Dia memaparkan, realitanya selalu terjadi variasi grade bahan pakan dan kualitas nutrisinya. Disebabkan perbedaan daerah pemasok, varietas, kerusakan karena cara panen (biji pecah, kotor, dll), perlakuan pasca panen (kadar air tinggi, dll), penyimpanan, kontaminasi, dll. “Contohnya, trend data pengujian ME (metabolizable energy) sampel jagung di laboratorium Medion, sejak Januari sampai Juni 2023, selalu di bawah standar 3.300 kkal/kg. Sedangkan PK rata-rata masih di atas standar 7,8 – 8,3 %,” paparnya.
 
Tantangan lainnya, lanjut dia, adalah infrastruktur. Dibutuhkan ekstra investasi untuk peralatan produksi pakan seperti mesin giling dan mixer.  Selanjutnya, diperlukan peralatan laboratorium, meskipun sederhana. Seperti detektor kadar air untuk jagung. UV box diperlukan untuk mendeteksi mikotoksin pada bahan pakan, bahan pakan yang tercemar mikotoksin akan berpendar. 
 
Pengukuran parameter pemalsuan pada bekatul menggunakan uji bulk density, uji apung dan phlorotest (uji menggunakan larutan phloroglucinol). Phloroglucinol diteteskan pada sampel bekatul, didiamkan 1-5 menit. Bekatul yang terkontaminasi sekam akan berubah warna, semakin tinggi level kontaminasinya akan semakin merah warnanya.
 
Jenis Bahan Pakan
Secara umum, dijelaskan Neneng, bahan pakan terdiri dari  4 kelompok besar, pertama sumber energi, diantaranya jagung, bekatul, gandum (feed wheat), pollard, sorgum (cantel), barley, minyak / lemak, menir, dll. Kedua, sumber protein seperti bungkil kedelai (soybean meal, SBM), tepung daging tulang (meat bone meal, MBM), tepung ikan, bungkil kelapa, corn gluten meal (CGM), dan dried distiller grain with solubles (DDGS). 
 
Sebagai sumber mineral bisa digunakan tepung/grit batu kapur (limestone), tepung kerang, tepung tulang, MCP/DCP (monocalcium phosphate /dicalcium phosphate), garam dll. Adapun premix biasanya berisi feed additive (enzim, toxin binder, anti jamur, fitobiotik dll) dan feed supplement (vitamin, prebiotik, imunomodulator, dll).
 
Bagi formulator yang akan menggunakan bahan pakan alternatif, dia mengimbau agar sebelum memasukkannya dalam formula ransum, sudah dipelajari detail nutrisi bahan baku alternatifnya dan karakteristiknya. Formulasi dijaga agar tetap seimbang. “Bahan pakan alternatif sebaiknya digunakan secara bertahap. Berikan terlebih dahulu untuk ayam yang sudah melewati puncak produksi supaya ayam yang puncak produksi tidak mengalami ganti jenis pakan untuk menghindari stres. Gabungkan beberapa bahan alternatif sambil terus dipantau dan dievaluasi,” ungkapnya.
 
Neneng mempresentasikan, bahan pakan yang diterima harus dicek kualitasnya agar sesuai dengan spesifikasi dan harga yang dibayarkan. Sebab, sama-sama bekatul, ada yang mengandung serat kasar (SK) 21 % dan ME di bawah 2600 kkal/kg namun ada yang SK-nya 8 % dan ME 3.100 kkal/kg. Pada jagung, ada yang bermutu baik dengan kadar air (KA) 14 % (ME 3.310 kkal/kg), namun ada yang KA 16 % (ME 3.200 kkal/kg) bahkan mendekati 20 % (ME 3.080 kkal/kg). Kadar air tinggi menurunkan kadar energi dan protein, juga sangat rentan ditumbuhi jamur mikotoksin. 
 
Faktor Pembatas
Muhammad Halim Natsir menyatakan setidaknya, ada 3 catatan penting sebelum menyusun formulasi ransum layer. Pertama, kualitas pakan yang disusun harus baik (palatabilitas, digestibilitas, availabilitas, ekonomis dll). Kedua, jumlah nutrisi yang dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan nutrisi ayam. Salahsatu faktor pembatasnya adalah pakan self mixed yang berbentuk mash. Ketiga, manajemen pakan layer fase produksi atau umur 18 pekan ke atas (bahkan mulai fase grower atau umur 9 pekan) adalah restricted feeding, bukan ad libitum. 
 
Sehingga konsumsi pakan perhari dibatasi, karena tidak mengejar pertumbuhan, konsumsi pakan hanya untuk maintenance dan produksi telur saja. Pembatasan pemberian pakan ini memberikan peluang tembolok layer tidak selalu dalam keadaan penuh. Sehinga memungkinkan bagi formulator pakan untuk menggunakan bahan pakan dengan densitas yang lebih rendah.
 
Ada pula pembatasan porsi berbagai bahan pakan dalam formulasi. “Contoh yang mudah adalah bekatul. Pada formulasi pakan broiler (ayam pedaging) mungkin maksimal hanya boleh dipakai 10 %. Tetapi pada layer produksi, boleh dipakai hingga 30 %. Karena bekatul densitasnya rendah. Sedangkan ada kemungkinan tembolok tidak penuh terisi sebab restricted feeding. Maka formulasi pakan layer mengakomodasi bahan pakan berdensitas rendah dibandingkan pada pakan broiler,” ujarnya.
 
Halim Natsir pun menyampaikan alasannya, yang dipentingkan pada formula pakan layer adalah terpenuhinya kebutuhan nutrisi ayam, bukan tingkat kekenyangan temboloknya. Dengan catatan, pemanfaatan kelonggaran itu tidak sampai mengganggu aspek ekonomis dan biologis layer. Selanjutnya, penting pula menghasilkan pakan yang efektif dan efisien. Dua formulasi yang berbeda, meskipun hasilnya sama-sama berprotein kasar (PK) 17,5 % misalnya, boleh jadi akan menghasilkan produktivitas berbeda ketika diberikan kepada ayam. Sebabnya mungkin kandungan dan rasio asam amino di dalamnya berbeda karena perbedaan bahan baku yang digunakan.
 
Seakan menambahkan, menurut Neneng, zat anti nutrisi dalam setiap jenis bahan pakan juga merupakan faktor pembatas dalam penggunaan bahan pakan pada formulasi. Jenisnya bermacam-macam, ada asam fitat, NSP, protein inhibitor, dll. Asam fitat dalam bahan pakan mengikat mineral fosforsehingga bisa jadi kandungan fosfor pakan tinggi tapi tidak bisa diserap oleh pencernaan layer. Maka perlu feed additive yang mengandung enzim seperti fitase untuk melepas ikatan fitat pada fosfor. Lebih baik lagi kalau dikombinasi dengan enzim protease, xylanase, amilase, dan kofaktor untuk membantu aktivitas enzim seperti mineral Mn dan zinc oxide.
 
 
Selengkapnya Baca di Majalah TROBOS Livestock edisi 287/ Agustus 2023
Selengkapnya Baca di Majalah TROBOS Livestock edisi 287/ Agustus 2023

 
Livestock Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain