Menangkis Ancaman Mikotoksin

Jamur mikotoksin dalam bahan pakan dapat tumbuh pada fase prapanen dan racunnya diproduksi pada kondisi pascapanen

 

Beriklim tropis, membentang di garis katulistiwa, maka paparan suhu dan kelembaban tidak dapat di tolak dari bumi nusantara. Bagi petani biji-bijian dan peternak, hal ini berisiko mengundang jamur mikotoksin pada bahan pakan dan pakan jadi yang mereka simpan.

 

Mikotoksin adalah metabolit beracun yang dihasilkan oleh jamur, saat mengalami cekaman / stres. Mikotoksin seperti aflatoksin dan okratoksin diproduksi pada tanaman yang terkontaminasi jamur selama musim tanam atau penyimpanan. Mikotoksin tidak terlihat, tidak berasa, tahan terhadap suhu tinggi dan penyimpanan. Suhu degradasinya sampai 200 oC, stabil secara kimiawi, dan tahan terhadap proses pembuatan pakan. Mikotoksin berbahaya bagi hewan dan manusia, toksisitasnya dapat ditransmisikan melalui konsumsi tumbuhan maupun produk hewani. Secara ilmiah, ditemukan lebih dari 500 mikotoksin berbeda, namun masih banyak yang belum diketahui. Mikotoksin berdampak ekonomi yang signifikan di Amerika Serikat, diperkirakan hingga USD 1,5 miliar per tahun.

 

Rizki Amalia Nurfitriani, Dosen Produksi Ternak Politeknik Negeri Jember menyatakan mikotoksin dapat masuk tubuh ternak melalui pakan yang terkontaminasi. Lebih jauh, racun jamur ini bersifat mutagenik dan karsinogenik (memicu kanker). “Pangan yang tercemar mikotoksin berpotensi menyebabkan gangguan kesehatan manusia. Seperti kanker hati, degenerasi hati, demam, pembengkakan otak, ginjal, dan gangguan syaraf,” ungkap dia pada Mimbar TROBOS Livestock ke-40 “Putus Rantai Mikotoksin pada Pakan” melalui aplikasi Zoom dan kanal Youtube AgristreamTV pada 30 November 2023.

 

Seminar daring racikan TComm ini juga menghadirkan Muhsin Al Anas, Dosen dan peneliti Laboratorium Biokimia Nutrisi Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (Fapet UGM), Imam Wahyudi, Technical Education & Consultation PT Medion Farma Jaya, Akhmad Harris Priyadi, Country Manager PT Alltech Biotechnology Indonesia, dan Erika Kusuma Wardani, Regional Manager Feed ASPAC Clariant.

 

Jenis Mikotoksin

Rizki menyebutkan, di Indonesia mikotoksin yang paling populer adalah aflatoksin yang dihasilkan oleh jamur Aspergillus flavus (AF). Selain aflatoksin, di dunia dikenal jenis mikotoksin lainnya seperti fumonisin (FUM), trichothecenes (TCT / TT), zearalenone (ZEA), okratoksin (OT), dan patulin (PAT).

 

Dijelaskannya, aflatoksin masih terbagi lagi menjadi beberapa varian, aflatoksin B1 dan B2 (AFB1 dan AFB2), aflatoksin G1 dan G2 (AFG1 dan AFG2), aflatoksin M1 dan M2 (AFM1 dan AFM2), aflatoksikol (AFL), dan aflatoksin Q1. Aflatoksin B1 diketahui memiliki toksisitas yang lebih tinggi dibandingkan jenis lainnya. Jika terakumulasi, menjadi karsinogenik bagi manusia. Aflatoksin sering ditemukan pada jagung, kacang, sorghum, gandum dan beras. Spesies jamur : Aspergillus flavus, A parasiticus dan A nomius.

 

Trichothecenes(T2) dihasilkan jamur fusarium, myrothecium, trichoderma, trichothecium, cephalosporium, verticimonosporium danstachybotyrys. Pada umumnya ditemukan pada barley, sorghum dan gandum. Racun jamur ini menyebabkan mual, muntah, pendarahan dan dermatitis hingga leukopenia.

 

Sedangkan zearalenone (ZEA), dijelaskan Rizki, dihasilkan oleh Fusarium graminearumF culmorum, F. verticilliodes, F sporotrichioides, F semitectum, F equiseti, dan F oxysporum. ZEA dapat mengganggu sistem reproduksi, karena mengikat reseptor estrogen sehingga menyebabkan hiperestrogenism. Jenis mikotoksin lainnya, fumonisin (FUM). Dihasilkan oleh Fusarium verticilliodes, F proliferatum, F anthophilum dan F nygamai. Fumonisin dibagi menjadi 4 varian, B1, B2, B3 dan B4. Sama dengan ZEA, biji-bijian yang biasa tercemar fumonisin adalah gandum, barley, jagung, dan sorgum.

 

Okratoksin, dijelaskan Rizki, dihasilkan oleh jamur Aspergillus ochraceus, A carbonarius dan A niger, dan Penicillium verrucosum. Okratoksin juga dibagi menjadi 3 tipe, tipe A, B dan C. Okratoksin dapat merusak organ hati, pada level kontaminasi tertentu. Banyak ditemukan pada serealia yang disimpan pada suhu di atas 15°C, kelembaban antara 15 – 19 %, serta pH 5,5.

 

Adapun faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jamur, disebutkannya adalah faktor lingkungan (panas dan lembab), agronomi (pengelolaan tanaman, pemupukan, lahan dan cara panen) dan sosial – ekonomi. Jamur mikotoksin dalam bahan pakan dapat tumbuh pada fase prapanen dan racunnya diproduksi pada kondisi pascapanen.

 

Realitas Mikotoksin

Muhsin Al Anas menyatakan, sulit menghindari kontaminasi mikotoksin di Indonesia, terlebih aflatoksin. Dia pun menelusuri cemaran aflatoksin B1 (AFB1) pada pakan broiler (ayam pedaging) di Daerah Istimewa Yogyakarta pada 2020. Sebanyak 40 sampel pakan dikumpulkan dari 4 kabupaten, diukur kadar AFB1 dengan metode enzyme-linked immunosorbent assay (Elisa).

 

Terbukti seluruh sampel pakan terkontaminasi AFB1, rata-rata 169 µg/kg. Pencemaran AFB1 terendah pada sampel dari Sleman, 79,59 µg/kg. Tingkat pencemaran AFB1 di Kabupaten Kulon Progo, Gunung Kidul, dan Sleman tidak berbeda, antara 332,54 hingga 474,25 µg/kg. Kesimpulannya, kontaminasi AFB1 pada sampel pakan melebihi Standar Nasional Indonesia (50 µg/kg).

 

Selanjutnya alumni program Post Doktoral University of Arkansas, Amerika Serikat inimemaparkan, di Asia Tenggara, fumonisin dan aflatoksin menempati peringkat cemaran mikotoksin tertinggi, masing-masing 95 % dan 61 %. Dia sendiri lebih banyak melakukan riset tentang aflatoksin. Hasilnya, hampir 100 % sampel biji-bijian lokal terkontaminasi.

 

Mitigasi dan Konsep Penanganan

Menurut Muhsin Al Anas, konsep mitigasi mikotoksin dipilah menjadi 2 bagian besar, yaitu mitigasi ekstraseluler dan intraseluler. Mitigasi bagian ekstraseluler dilakukan setidaknya dengan 3 langkah. Pertama, mencegah cemaran dan mencegah dampak cemaran mikotoksin itu dimulai dari kontrol kualitas bahan baku pakan. Mitigasi dimulai dari pemilihan bahan baku, pada peternak self mixing. Risiko cemaran mikotoksin tertinggi ditemukan pada jagung, terlebih jika kadar airnya di atas 15 %.

 

Imam Wahyudi menambahkan, kadar air bahan pakan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 2013 adalah maksimum 14 % pada jagung, 13 % pada bekatul dan 12 % pada bungkil kedelai. Cek penampilan fisiknya, bau, warna, tekstur, tanda kontaminasi, dan berat jenis. Uji mikotoksin secara kualitatif dengan sinar ultra violet (UV).  Biji yang tercemar mikotoksin akan berpendar ketika terkena sinar UV. Secara kuantitatif, kontaminasi mikotoksin diuji di laboratorium.

 

Muhsin menegaskan peternak yang membeli pakan jadi pun tidak langsung aman juga. Penyimpanan pakan yang asal-asalan juga memperbesar risiko pakan ditumbuhi jamur mikotoksin. Gudang dengan suhu dan kelembaban yang tinggi membuat jamur tumbuh, terlebih menumpuk pakan / bahan pakan tanpa alas.

 

Muhsin mengungkapkan, mitigasi kedua dilanjutkan dengan upaya mencegah pertumbuhan jamur. Melalui teknik penyimpanan dan manajemen gudang bahan pakan / pakan yang baik. Termasuk pemberian anti jamur (anti mold, mold inhibitor). Imam Wahyudi menjelaskan mold inhibitor biasanya berupa asam organik, yang akan membuat lingkungan sekitar sel jamur menjadi lebih asam. Kemudian masuk ke dalam sel jamur, pertumbuhan jamur pun terhambat.

 

Setelah bahan pakan dibuat menjadi pakan, konsepnya berubah. Mitigasi ketiga, mengikat mikotoksin sebelum sampai keliver bahkan sebelum merusak sistem pencernaan. Diperlukan feed additive berupa toxin binder dalam pakan. Mikotoksin diikat dengan adsorben atau mikotoksin binder agar tidak diserap ke dalam tubuh unggas, dan mengeluarkannya melalui feses. Menurut Imam, ada 2 pilihan jenis produk toxin binder yang populer. Pertama, toxin binder berbasis yeast cell wall. Kedua, toxin binder berbasis mineral silikat.

 

Selengkapnya Baca di Majalah TROBOS Livestock edisi 291/ Desember 2023

 
Livestock Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain