Menembus Badai, Mengejar Mimpi Efisiensi

Menembus Badai, Mengejar Mimpi Efisiensi

Foto: Istimewa


Bagaikan lakon layar perak “Mission Impossible”, industri budidaya unggas – skala apapun, tidak boleh melepaskan misi meraih efisiensi pakan tertinggi. Betapapun beratnya badai krisis suplai jagung yang berbuntut kenaikan harga sampai 50 % dibandingkan awal tahun lalu.

 

Roby Tjahja Dharma Gandawijaya – pemilik layer farm (peternakan ayam petelur) berbendera PT Inti Prima Satwa Sejahtera, Sukabumi, Jawa Barat, menyatakan efisiensi tidak dapat dihapus dari kamus bisnis, dalam kondisi apapun. Bahkan pada masa paceklik pasokan jagung kali ini, peternak unggas harus mengupayakan secara lebih keras agar tetap efisien. Meski jagung sebagai komponen utama pakan sangat langka dan harganya pun hampir menyentuh Rp 9.000/kg (pekan ke-4 Januari 2024).

 

“Biaya produksi unggas, 70 % dari pakan. Maka kami kurangi feed intake populasi, ayam yang tidak bertahan, tidak produktif harus diapkir. Biasanya pada ayam yang lebih tua. Agar tidak jadi beban biaya pakan. Proses apkir selektif ini terus dilakukan, tidak berhenti,” ujar dia pada Mimbar TROBOS Livestock #42 “Optimalisasi Nutrisi Pakan Unggas” yang digelar secara daring pada Senin, 29 Januari 2024.

 

Pembicara lainnya, Heli Tistiana – Dosen Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya – Malang, Imam Wahyudi – Technical Education & Consultation PT Medion Farma Jaya, dan Teguh Priatno – Technical & Field Nutritionist PT Fenanza Putra Perkasa, juga dihadirkan oleh penyelenggara – TROBOS Communication (TComm). Membagi catatan aktual, Roby mengatakan jagung cadangan pemerintah itu sudah mulai digelontorkan. Namun, dia pun mengakui hal itu belum selesai mengatasi masalahnya karena jagung itu hanya untuk peternak self mixer dan semi self mixer (menggunakan konsentrat eks pabrikan yang masih harus dicampur dengan jagung giling dan bekatul).

 

“Peternak yang pakai pakan jadi (eks pabrikan) dan peternak broiler (ayam pedaging) belum menikmati jagung itu,” ungkapnya. Selain darurat ketersediaan jagung, dia pun merumuskannya menjadi beberapa poin tantangan lainnya. Diantaranya, perubahan formulasi pakan jadi dari corn oriented menjadi wheat oriented berdampak pada produktivitas ayam petelur dan kualitas telurnya. Impor feedwheat pun juga mengalami kendala. “Beberapa pabrik pakan sudah membatasi tonase pemesanan. Hal ini pasti berpengaruh terhadap persediaan telur nasional 6 bulan kedepan,” ujar dia.

 

Roby pun menghubungkan darurat suplai jagung nasional ini dengan kemarau panjang akibat el nino 2023. Petani gagal menanam jagung saat musim tanam karena kekeringan, sehingga tidak ada panen jagung. “Masa tanam jagung mundur. Sekarang baru mulai penghujan. April kemungkinan baru ada panen. Februari barangkali juga sudah ada panen, namun kecil sekali, tidak akan mencukupi kebutuhan pakan.

 

Sekarang jagung kita  ganti gandum, gandum ikut melangka diganti DDGS (distillers dried grains with solubles) dan bungkil,” sebut dia. Hal ini diperparah dengan kebijakan pemerintah yang melarang impor jagung. Sesuai hukum pasar, kekosongan stok memicu harga jagung meroket hingga mendekati Rp 9 ribuan perkg pada akhir Januari 2024. Pada waktu yang sama di 2023, harga jagung Rp 6 ribuan. Tidak hanya jagung, hampir semua bahan baku pakan lokal naik harganya. Termasuk bekatul, mengikuti kenaikan harga beras akibat kekeringan.

 

“Bukan hanya jagung yang memang kontribusinya pada krisis pakan ini cukup besar, tetapi diikuti dengan bekatul. Bahan-bahan baku impor pun juga membubung karena nilai tukar dolar naik. Sedihnya sampai sekarang pengganti jagung itu belum ada. Satu-satunya pengganti jagung adalah gandum (feed wheat), itu pun susah didapatkan. Jadi posisi hari ini memang tidak mudah untuk industri unggas,” dia menuturkan.

 

Kenaikan biaya pakan ini, tentu menaikkan harga pokok produksi (HPP) / biaya produksi telur. Celakanya, menurut dia, HPP telur rata-rata Rp 28.500 dengan asumsi pakan self mixed hargaya Rp 7.500 perkg dengan FCR (feed convertion ratio, konversi pakan) 3,5.

 

“Sedangkan harga telur saat ini Rp 23 ribuan perkg, sehingga peternak layer rugi Rp 4.500 perkg. Jika dibiarkan, tentu peternak tidak akan kuat,” dia menegaskan. Menurut Roby, peternak juga mencampur pakan campuran sendiri dengan pakan jadi eks pabrikan, untuk mengurangi pengeluaran stok jagung dari gudang.

 

“Sementara ini kami masih berusaha mencari stok jagung lokal. Meskipun mahal tetap kami akan beli. Selain itu berusaha mengakses jagung cadangan pemerintah,” kata dia. Selain memperketat manajemen, Roby juga menjaga efisiensi pakan dengan menambahkan enzim-enzim dan feed aditif untuk meningkatkan kecernaan pakan dan menjaga produksi telur.

 

Terlebih, formulasi pakan sudah menggunakan bahan baku alternatif, pasti terjadi pergeseran kualitas. Potensi Risiko & Cara Kontrol Mahalnya harga bahan pakan, menurut Teguh Priatno, membuat risiko pemalsuan semakin tinggi. Seperti jagung kualitas buruk dimasukkan di dalam / tengah karung berisi jagung berkualitas baik.

 

Sehingga ketika sampel diambil dengan probe pendek, maka keluar bulir jagung yang baik. Demikian pula pemalsuan bekatul, dengan sekam padi yang digiling halus. “Peternak self mixer perlu mengetahui cara mengontrol kualitas bahan pakan secara sederhana,” katanya. Diantaranya dengan mengukur berat jenis bahan pakan. Contoh, bekatul mempunyai berat jenis normal 350 - 400 gram perliter.

 

Jika berat jenisnya 500 gr perliter, harus dicermati. Cara lain, pengecekan kualitatif dengan urea kit. Bahan baku sumber protein seperti bungkil kedelai (BKK, soybean meal / SBM), MBM (meat bone meal), dll perlu pengecekan urea karena kadar proteinnya bisa dipalsukan / dinaikkan dengan penambahan urea. Pemalsuan ini berbahaya bagi unggas, menyebabkan gangguan organ hati karena harus bekerja keras membuang urea itu. 

 

Selengkapnya Baca di Majalah TROBOS Livestock edisi 293/ Februari 2024

Selengkapnya Baca di Majalah TROBOS Livestock edisi 293/ Februari 2024

 
Livestock Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain